Joo-won berjuang untuk bertahan di dalam lift, ia berteriak minta tolong namun akhirnya tak sanggup lagi dan terjatuh. Pada saat itu, kita mendengar doa ayah Ra-im setiap ia melakukan tugasnya sebagai pemadam kebakaran.
Ayah Ra-im: Tuhan, aku akan menerima panggilanmu, walaupun dalam kondisi yang begitu dahsyat dan tak terkontrol (saat kebakaran). Tolong beri aku kekuatan untuk menyelamatkan nyawa orang ini. Tuhan, aku selalu ketakutan dan aku berdoa agar hujan turun (untuk membantu memadamkan api).
Joo-won mengangkat telepon Ra-im, terbata-bata mengatakan ia tidak bisa naik lift lalu ia jatuh tak sadarkan diri. Ra-im berteriak histeris memanggi l Joo-won.
Ayah Ra-im: Tolong persiapkan aku, karena aku tidak tahu kapan nyawa yang begitu berharga dapat hilan. Jika oleh kehendakMu aku kehilangan nyawaku, tolong lindungi istri dan anakku.
Sambil menangis panic Ra-im menelepon Ah-young,” Ah-young!! Lift…! Lift…!”
“Apa ini Ra-im? Kenapa nomornya….” (Ra-im menggunakan telepon Joo-won)
“Ah-young cepat!!!...Cepat…Kim Joo-won terjebak di dalam lift, “ tangis Ra-im.
Dasar Ah-young, dengan polos dia bilang tidak mungkin, presdir mereka tidak naik lift (padahal Ra-im udah nangis gitu).
“Dia naik! Dia naik! Aku bilang dia terjebak di sana sekarang! Cepat beritahu Sekretaris Kim sekarang!!” Lalu Ra-im cepat menelepon 119 (911nya Korea) dan mengatakan di lift LOEL ada orang terjebak dalam lift dan ia penderita klaustrophobia. Sambil menangis ia memohon agar mereka menyelamatkannya.
Ra-im cepat-cepat menghentikan taksi dan pergi ke LOEL. Ia tidak menghiraukan lagi audisinya…
Ra-im terus menangis di dalam taksi dan menyuruh supirnya agar cepat. Ia berkata ini adalah kesalahannya.
Di dalam lift, Joo-won berjuang untuk terus bernafas. Samar-samar ia mendengar keributan, suara Sekretaris Kim yang berteriak-teriak memanggilnya. Joo-won mengulurkan tangannya ke arah pintu. Tak lama kemudian pintu lift terbuka. Rupanya lift Joo-won berhenti di antara dua lantai. Sekretaris Kim berteriak-teriak panic.”Presdir! Mengapa kau seperti ini? Buka matamu!!! Presdir!!! Ayo cepat tolong dia!!” Regu penolong berusaha masuk ke lift untuk menolong Joo-won.
Sekretaris Kim terus berteriak histeris sambil menangis, “Mengapa presdir kami seperti ini! Ayo cepat tolong dia! Presdir!” Ia bahkan menjulurkan tubuhnya ingin ikut masuk ke lift. Joo-won kembali pingsan. Terharu liat kesetiaan Sekretaris Kim, walau Joo-won suka seenaknya tapi Sekretaris Kim betul-betul mengkhawatirkannya….
Joo-won segera dinaikkan ke ambulans, Sekretaris Kim ikut menemani ke rumah sakit. Ra-im tiba di LOEL tepat saat ambulans berangkat, ia menyuruh supir taksi mengikuti ambulans.
Jong-soo menerima kabar dari Jung-hwan bahwa Ra-im tidak mengikuti audisi. Sutradara Ryan Jackson bertanya secara khusus kenapa Ra-im tidak hadir dan tidak ada cara untuk menghubunginya (karena ponsel Ra-im dipegang Joo-won). Jung-hwan bertanya apa Ra-im sudah gila, bagaimana bisa ia melewatkan audisi penting seperti ini (coba kalau dia tahu…). Jong-soo menarik nafas panjang dan berkata karena Ra-im bukanlah Ra-im. Jong-soo belum tahu kalau Ra-im dan Joo-won sudah kembali dalam tubuh sebenarnya, ia mengira Joo-wonim yang mangkir ikut audisi.
Direktur Park juga ke rumah sakit bersama asistennya. Ia mencari kabar mengenai kondisi Joo-won namun tidak mendapatkannya karena Joo-won dijaga ketat. “Aku betul-betul tidak bermaksud demikian. Aku….aku hanya penasaran.” kata Direktur Park dengan sedih. Ia tidak menyangka akan seperti ini dan ia ikut mengkhawatirkan Joo-won. Sebenarnya dia ngga jahat sih dan ngga benci Joo-won, cuma pengen jadi presdir. Asistennya mengajaknya pergi sementara Direktur Park terus memanggil “Presdir…presdir…” sambil menangis.
Ra-im telah tiba di rumah sakit. Ia menemukan Sekretaris Kim di luar kamar Joo-won yang dijaga ketat. Ia menanyakan keadaan Joo-won tapi Sekretaris Kim juga belum tahu. “Mengapa dia tiba-tiba masuk ke dalam lift?” kata Sekretaris Kim sedih. “Bagaimana ini,” Ra-im merasa bersalah.
Pintu kamar Joo-won terbuka, Ji-hyeon keluar dari sana. Sekretaris Kim bertanya mengenai keadaan Joo-won. “Untuk mencegah hal ini membuat khawatir keluarga, Joo-won memerintahkan agar keluarga diberi kabar bahwa dia sakit flu karena stress,” kata Ji-hyeon, “Jika dia masih bisa mnekhawatirkan orang lain, itu berarti dia masih hidup.”
Ra-im mendesah lega. Ji-hyeon melihat padanya dan menyapa, “Sudah lama tak berjumpa.” Ra-im bingung Ji-hyeon mengenalinya karena ia bertemu Ji-hyeon saat ia dalam tubuh Joo-won. Sementara Ji-hyeon mengenali Ra-im karena Joo-wonim(Joo-won dalam tubuh Ra-im) pernah mengunjunginya. Ji-hyeon berpikir Ra-im ingin merahasiakan pertemuan mereka dan menyuruh Ra-im masuk menemui Joo-won.
Ra-im membuka kamar Joo-won perlahan dan melihat Joo-won yang masih terbaring. Joo-won segera duduk ketika melihat Ra-im. Ra-im menanyakan keadaannya. Joo-won malah memarahinya, “Apa yang sebenarnya kaulakukan dalam lift? Apa alasannya kau berada di sana? Sudah kubilang aku tidak bisa naik lift.”
Ra-im mulai menangis. “Aku minta maaf. Benar-benar minta maaf. Aku ingin memperlihatkan pada mereka bahwa kau bisa naik lift. Aku tidak menduga liftnya akan berhenti seperti itu. Aku benar-benar minta maaf, “ ujarnya sedih.
Joo-won menatapnya dan menyuruh Ra-im mendekat. Perlahan-lahan Ra-im berjalan ke arahnya. Joo-won menarik tangannya dan mendekapnya. “Kupikir, aku tidak akan melihatmu lagi.”
Ra-im tidak bisa menahan tangisnya lagi, “Aku juga…kupikir aku tidak bisa bertemu lagi denganmu. Kupikir sesuatu yang buruk akan terjadi padamu.” Ra-im menangis tersedu-sedu. Mendengar tangisnya Joo-won mendekapnya semakin erat, “Maafkan aku, jangan menangis.”
Joo-won bertanya mengenai audisi Ra-im. Ra-im hanya diam, sepertinya dia juga baru sadar dia tidak mengikuti audisi. “Mengapa kau tak menjawabku? Apa mungkin….kau tidak pergi?” tanya Joo-won kaget. “Bagaimana bisa aku ikut audisi dalam situasi seperti ini?” kata Ra-im pelan.
“Apa?! Jadi kau tidak mengikuti audisi dan malah datang kemari? Apa kau gila?” Joo-won melepas infusnya. Ra-im terkejut. “Kau bilang itu adalah impian seumur hidupmu untuk mengikuti audisi seperti itu!” seru Joo-won kesal. Raim bertanya apa yang sedang dilakukan Joo-won, ia harus menstabilkan kondisi tubuhnya. Joo-won menyuruhnya diam dan membalikkan tubuh Ra-im memunggunginya karena ia akan berganti pakaian.
Mereka buru-buru datang ke tempat audisi tapi sayang, semua sudah berakhir. Tempat itu sedang dibereskan. Dan sudah tidak ada lagi peserta maupun tim penguji. Ra-im menunduk sedih, Joo-won masih dengan wajah pucat, melihat kesedihan Ra-im dan ikut kecewa.
Oska telah menyelesaikan semua masalahnya dengan Kwon. Ia keluar dari kantor polisi (sepertinya ia melaporkan Kwon) dan segera dirubungi wartawan. Seul melihatnya dari dalam mobil dan ikut gembira. Setibanya di kantor, Seul melihat Oska sedang duduk makan tahu (symbol keluar dari penjara, sebuah kepercayaan bahwa dengan memakannya akan mencegah balik lagi ke penjara).
Oska menawarinya ikut makan. Ia menjelaskan ia makan tahu karena baru keluar dari kantor polisi. “Benarkah?” sahut Seul pura-pura tidak tahu. Oska bercanda apakah Seul tidak khawatir sedikitpun padanya padahal Seul adalah orang yang paling membantunya. Seul dengan ketus berkata apa alasannya berada di sini (kantor Seul), ia sedang sibuk.
“Kau benar-benar tidak khawatir padaku? Mulai hari ini semua masalah beres karena Chae Ri membantuku (doooh…Oska ini gimana sih). Aku ingin berbagi kebahagiaan ini denganmu.”
“Mengapa kau berbagi kebahagiaan denganku? Berbagilah dengan Chae Ri!” Seul kesal karena Oska mengira Chae Ri yang membantunya padahal ia dan Sun yang bersusah payah membujuk Chae Ri dan mencari cara agar Oska bebas.
Seul mengambil tas dan berkata ia akan pergi ke LOEL. Tentu saja Oska panic, mengapa kau ke sana, apa kau masih ingin mendekati Joo-won. Seul menoleh padanya dan berkata, “Bukankah aneh jika aku tak tertarik padanya? Ia begitu keren.” Oska protes, “Apanya yang keren? Kau belum benar-benar mengenalnya.” Seul berkata itulah sebabnya ia akan mencari tahu dan berbalik pergi.
Oska menahannya dan berkata akan ikut dengannya. Mau apa kau ke LOEL, tanya Seul. Oska mencari alasan dan berkata akan membelikan tas untuk Chae Ri, bahkan meminta Seul membantu memilihkan. Seul kontan meradang, apa kau memintaku memilihkan tas untuk wanita lain? Aku kan tidak menyuruhmu membayarnya mengapa kau marah, kata Oska polos.
Sudah berapa kali kau membeli tas untuk wanita, mengapa tiba-tiba kau meminta tolong padaku, lebih baik kau jangan mengikutiku, kata Seul kesal. Oska menahannya lagi dan tersenyum padanya. “Mengapa kau tersenyum?” tanya Seul. “Jangan marah, mengapa aku suka sekali melihatmu memandangku seperti ini. Mengingatkanku pada masa lalu.” Oska tersenyum lebar.
“Dengan ijin siapa? Dengan ijin siapa kau kembali ke masa lalu? Dengan ijin siapa kau kembali pada masa aku paling tersakiti? Bagaimana bisa kau dengan mudah memaafkan dirimu sendiri?” Seul menatap tajam Oska. Oska terdiam. Seul melepaskan tangan Oska dan masuk ke kantor pribadinya. Ia menangis. Oska melihatnya dengan sedih dari jendela.
Ra-im dan Joo-won pulang ke rumah Ra-im. Joo-won memeluk Ra-im dan memintanya jangan terlalu sedih. Ia akan memastikan Ra-im bisa ikut audisi. Ra-im memandang Joo-won, “Bagaimana caranya?” Joo-won berkata, “Aku punya banyak kemampuan, lebih dari yang kau pikirkan.” Ra-im berusaha tersenyum, “Apa kau akan bilang pada kakekmu lagi?” Ra-im tak bisa menahan tangisnya lagi, air mata mengalir di pipinya.
“Itu pilihan terakhir, “ sahut Joo-won,”Jangan menangis. Aku tidak mau melihat wajah menangismu lagi. Terlalu berat untukku hingga aku tak tahan melihatnya.”
Ra-im memandang Joo-won dan berkata alangkah bagusnya jika keajaiban seperti itu (ia bisa ikut audisi) dapat terjadi. Percayalah padaku, kata Joo-won, aku akan membuat keajaiban itu terjadi padamu. Joo-won kembali memeluk Ra-im yang masih sangat sedih. Ra-im membenamkan wajahnya di dada Joo-won dan menangis di sana. Sudah kukatakan jangan menangis, hibur Joo-won.
Saat Joo-won keluar dari rumah Ra-im ia bertemu dengan Jong-soo yang sedang menunggu Ra-im di mobilnya. Jong-soo keluar dari mobilnya dan berlari menghampiri Joo-won, mengira Ra-im masih dalam tubuh Joo-won. “Kau mau ke mana?” serunya, “Apa yang terjadi? Mengapa kau tidak ikut audisi? Bukankah pria itu bilang akan membantumu?”
“Pria itu ada beberapa pekerjaan yang harus dikerjakan.” kata Joo-won.
“Pekerjaan apa? Di mana si brengsek itu sekarang?” tanya Jong-soo kesal.
“Dia di sini.” kata Joo-won tenang. Apa, tanya Jong-soo bingung.
“Kami sudah kembali. Ternyata benar kami bertukar saat hujan turun.”
“Jadi kau adalah Kim Joo-won?” tanya Jong-soo. Ya, apa kau senang melihatku, ujar Joo-won.
Ya, senang sekali,sindir Jong-soo, untuk perawatan, aku akan mengirimkan surat kesehatan dari sekolah laga. Bukkk!! Jong-soo meninju pipi Joo-won. Joo-won memegangi pipinya.
“Ini sakit,” katanya. Ini tidak setimpal dengan apa yang telah kaulakukan, sahut Jong-soo. Aku tahu, kata Joo-won, anggap saja kita impas dengan mengatakan kau tidak boleh mengakui perasaanmu. Bersyukurlah aku tidak akan memperpanjang masalah ini karena kau tetangga miskin, kalau tidak kau akan bertemu dengan pengacaraku.
Tutup mulutmu sebelum aku memukulmu lagi, kata Jong-soo kesal lalu ia berbalik pergi. Joo-won menghentikan Jong-soo karena ada yang mereka harus bicarakan mengenai Ra-im. Joo-won berkata Ra-im harus mengikuti audisi. Jong-soo tak percaya Joo-won mengatakan hal itu, audisi sudah selesai bagaimana bisa Ra-im ikut audisi. Itulah yang harus kulakukan, di mana aku bisa menemui sutradaranya, tanya Joo-won. Bagaimana bisa kau bertemu dengan sutradara yang telah berangkat ke Jepang, kata Jong-soo kesal. Jepang, Joo-won mendapat ide.
Oska sedang merenung ketika Joo-won datang dan berkata ia perlu bantuan Oska. Oska bertanya siapa kau, Ra-imkah? Pasti ini Joo-won yang kasar dan tidak sopan. Joo-won mengeluh harus menjelaskan pada tiap orang (tadi Jong-soo sekarang Oska). Aku bukan peramal cuaca, sindir Oska.
Joo-won mengatakan Oska pasti punya banyak koneksi di Jepang, kau kan bintang Hallyu. Tentu saja, banyak, kata Oska, memang kenapa. Joo-won menjelaskan Ra-im tidak mengikuti audisi penting karena dirinya. Sutradara Hollywood itu sudah pergi ke Jepang. Ia meminta Oska mencari informasi di mana sutradara itu menginap dan nomor teleponnya.
Jika aku melakukannya, apa keuntungannya untukku, tanya Oska. Apa yang kauinginkan, tanya Joo-won. Gil Ra-im, jawab Oska cepat. Kau akan mati, kata Joo-won kesal. Kalau begitu pergilah dari rumahku (sebagai balasan atas bantuan Oska). Apa maksudmu, aku tidak bisa pergi ke manapun, kata Joo-won. Kau kan bisa tinggal di hotel, seru Oska. Apa diusir sesuatu yang harus diumumkan, sahut Joo-won lagi, setelah kejadian di pesta itu, orang-orang bertaruh kapan aku akan diusir. Bila Joo-won tinggal di hotel pasti akan menjadi berita.
Siapa suruh kau menciumnya dan mengumumkan ‘aku gila!’, gerutu Oska. Joo-won mengangkat bahu, itu tidak bisa kutahan, itu adalah saat yang kutunggu sejak lama, kata Joo-won sambil tersenyum, itulah sebabnya kau harus menolongku. Kau pasti tergila-gila pada Gil Ra-im, omel Oska sambil mengangkat teleponnya.
Ra-im menangis sambil membaca kembali catatan latihannya untuk mempersiapkan Dark Blood. Oska berusaha mencari nomor telepon sutradara. Ia akhirnya menemukannya dan menyerahkannya pada Joo-won. Joo-won segera mengangkat teleponnya dan langsung menghubungi sutradara Ryan Jackson. Tapi teleponnya tidak aktif. Joo-won juga meningggalkan pesan di hotel tempatnya menginap namun tidak mendapat telepon balasan.
Ia semalaman tidak tidur dan terus menelepon dan meninggalkan pesan untuk sutradara itu. Dari cara sopan sampai kurang sopan. Dan itu berlangsung sampai pagi. Ia mengomel, apa sutradara itu menganggap hanya dirinya yang sibuk. Tiba-tiba teleponnya berbunyi. Dari sutradara Ryan Jackson yang langsung bertanya mengapa Joo-won meneleponnya lebih dari 50 kali dan dengan kesal bertanya siapa Joo-won.
Joo-won dengan senang menjawab (in English). “Aku akan memperkenalkan diriku nanti saat kita bertemu. Alasanku meneleponmu lebih dari 50 kali adalah karena aku ingin mengatakan padamu kau belum melihat aksi salah satu actor terbaik saat ini. Aku ingin kau melihatnya beraksi.“
Aku heran mengapa aku harus melakukannya, audisi di Korea telah berakhir, kata Mr. Ryan.
“Itu karena dia tidak sempat ikut audisi yang merupakan kesempatan sekali seumur hidupnya, karena dia harus menyelamatkan nyawa seseorang”, Joo-won menjelaskan,”tapi dia tidak menyalahkan siapapun karena begitulah dia.”
Sayangnya penjelasan Joo-won tidak meyakinkan Mr. Ryan untuk kembali ke Korea hanya demi satu orang, dan lagi ia harus segera ke Hong Kong begitu audisi Jepang selesai. Joo-won mengusulkan Mr. Ryan singgah di Korea dalam perjalanan ke Hong Kong. Mr. Ryan berkata ia tidak punya waktu dan tidak ada penerbangan menuju ke sana. Joo-won berkata jika itu masalahnya maka tidak ada masalah, ia akan segera mengirim pesawat jet pribadi untuk menjemput Mr. Ryan sekarang juga.
Mr. Ryan tiba di Korea disambut oleh Joo-won dan rombongannya. Joo-won menyalaminya dan memperkenalkan dirinya. Aku tidak mau melihat nomor teleponmu lagi di ponselku, gerutu Mr. Ryan. Ini untuk filmmu, kata Joo-won. Mari kita lihat hasil dari aksi gilamu ini, kata Mr. Ryan dingin, dia hanya punya waktu 10 menit untuk melihat Ra-im karena dia harus mengejar penerbangan ke Hong Kong. Lima menit sudah cukup, sahut Joo-won.
Joo-won membawa Mr. Ryan dan rombongannya ke tempat Ra-im sedang syuting sebagai pemeran pengganti. Yeeaayy…waktunya liat Ha Ji-won beraksi…kereeeenn..
Sementara itu Mr. Ryan dan rombongannya melihat dari pinggir tempat syuting. Ra-im tidak menyadari Mr. Ryan dan Joo-won ada di situ. Joo-won berusaha melihat reaksi Mr. Ryan saat menonton aksi Ra-im, sepertinya tidak ada reaksi. Aku sudah cukup melihat, kata Mr. Ryan pada Joo-won. Tepat lima menit, Joo-won melihat jamnya, kuharap tidak membuang waktumu. Kau seharusnya berpikir seperti itu sebelum membawaku kemari, sahut Mr. Ryan, semoga berhasil. Mr. Ryan meninggalkan set syuting.
Joo-won menemui Ra-im yang telah selesai syuting. “Choi Woo-young….tunggu…Oska…apa kau mengenalnya?”
Ra-im tersenyum , “Oska? Jika aku mengenalnya memang kenapa?”
“Kalau kau mengenal Oska, mari kita pergi bersama.”
“Aku? Aku bukanlah pemeran utama tapi stuntwoman Gil Ra-im.” (seandainya waktu pertama kali mereka bertemu Ra-im menjawab seperti ini apakah ceritanya akan sama, well kurasa begitu ^^)
Joo-won tersenyum. Ra-im melihat Sekretaris Kim membagi-bagikan makanan pada kru film. Apa kau akan memarahiku karena membagikan makan siang, itu bukan kotak makan siang biasa, kata Joo-won. Ra-im berterima kasih pada Joo-won.
Tunggu sebentar di sini, kata Joo-won, aku akan bertemu dengan orang itu sebentar. Sutradara? Tanya Ra-im bingung, untuk apa. Untuk mengatakan sebelumnya bahwa Gil Ra-im adalah Kim Tae-hee dan Jeon Do-yeon bagiku, seloroh Joo-won. Ra-im bergidik geli, kau gila, mengapa kau ke sini. Karena kau di sini, aku merindukanmu jadi apa yang harus kulakukan, sahut Joo-won. Ra-im tersenyum senang. Karena aku sudah melihatmu sekarang aku harus pergi, ada urusan yang harus kuselesaikan.
Joo-won memanggil Direktur Park dan petugas ruang control ke kantornya, Ia memandang tajam Direktur Park. “Aku akan bertanya langsung, lift berhenti….apakah itu sebuah kecelakaan?” tanya Joo-won.
“Iya.” Jawab petugas ruang control gemetar. Benarkah, haruskah aku mengecek video keamanan, kata Joo-won tenang. Para petugas itu kaget dan diam-diam melirik Direktur Park.
“Kutanya sekali lagi, lift berhenti….apakah sebuah kecelakaan?” Joo-won tetap menatap Direktur Park.
Direktur Park menyuruh para petugas control keluar. Lalu ia menyerahkan surat pengunduran dirinya sambil berkata, “ini surat pengunduran diriku. Aku akan bertanggungjawab sepenuhnya dan pergi dari sini.” Joo-won bertanya jadi apa kau menyatakan kau yang bertanggung jawab atas kejadian itu dan itu bukan sebuah kecelakaan. Direktur Park mengatakan ia ingin menguji apakah Joo-won bisa naik lift atau tidak. Berarti kau tahu tentang penyakitku, setelah kau menguji penyakitku apa yang akan kau lakukan, tanya Joo-won. Bukankah itu sudah jelas, sahut Direktur Park.
Mengapa kau mengatakannya sekarang padaku, tanya Joo-won. Lebih baik jadi pengangguran daripada jadi pembunuh, kata Direktur Park sungguh-sungguh, aku senang kau selamat. Joo-won menghela nafas, “Direktur Park, kau mengambil keputusan yang benar. Aku menerima surat pengunduran dirimu. Kau telah bekerja keras. Kau boleh pergi.” Direktur Park menunduk, memberi hormat dan meninggalkan kantor Joo-won.
Jung-hwan merawat Jong-soo yang terluka tangannya saat syuting. Ra-im yang baru datang mengkhawatirkan Jong-soo. Jong-soo mengalihkan pembicaraan dengan bertanya mengenai audisi Ra-im (bukan Dark Blood, tapi film yang lain). Ra-im terus mencecar Jong-soo agar mau ke rumah sakit. Jong-soo tersenyum, mengapa dia begitu keras kepala, katanya pada jung-hwan.
Giliran Jung-hwan yang bertanya bagaimana dengan syuting yang dilakukan Ra-im. Ra-im menjawab semuanya berjalan baik. Jung-hwan bertanya apa Ra-im sudah merasa lebih baik. Aku sekarang lebih tenang, kata Ra-im, dengan berpikir bahwa itu bukanlah kesempatan untukku, aku sudah menjernihkan pikiranku.
Sebenarnya Ra-im masih memikirkan Dark Blood. Ia melihat scenario Dark Blood untuk terakhir kalinya saat semua sudah pulang. Ra-im menghela nafas panjang dan memasukkan scenario itu ke dalam lokernya.
Setelah Ra-im pergi, pintu loker terbuka sendiri…
Ayah Ra-im: Benar, Ra-im. Jangan menyesali apapun. Itu (Dark Blood) memang bukan sesuatu yang harus kaulakukan. Putriku, kau aman sekarang. Bagi ayahmu, pagi sudah tiba.
Oska masuk ke kelas yoga Seul, mengejutkan semua yang hadir di situ. Ia tidak berkata apapun, hanya mengacungkan karton-karton yang berisi tulisan.
“Tolong maafkan aku yang memaafkan diriku sendiri dengan begitu mudah.”
“Dan aku berpikir, benarkah bukan kau yang suka chestnut panggang?”
“Aku ada janji jadi aku pergi sekarang. Dan juga, kau yang tercantik di sini! Setelah itu baru aku!”
Teman-teman yoga Seul tertawa. Seul terpana melihat tingkah Oska dan sedikit malu.
Oska menemui Sun di sebuah kafe. “Kudengar kau tidak akan menandatangani kontrak dengan Seul.” kata Oska. Lalu kenapa, sahut Sun. Maka lakukanlah denganku, aku akan membuatmu menghasilkan banyak uang seperti diriku. Tidak mau. Kata Sun. Mengapa? Pokoknya tidak mau, jawab Sun ketus. Itulah sebabnya aku bertanya mengapa kau tidak mau, bagaimana bisa kau menjawab tidak tanpa memikirkannya dua kali, gerutu Oska. Aku sudah segamblang ini, mengapa kau tidak menyerah dan menandatangani kontrak.
“Mengapa kau terus mengangguku? Apa kau menyukaiku?” tanya Sun.
“Apa kau pikir aku akan seperti ini jika tidak menyukaimu?” kata Oska.
“Sudah kukatakan aku menyukai pria.”
“Siapa yang menghentikanmu? Silakan saja? Aku juga akan terus menyukai wanita.”
Sun cemberut. “Jika kau akan seperti ini mengapa kau membantuku (dalam kasus plagiat)? Karena kau telah membantuku maka hubungan kita sudah berkembang ke arah persahabatan. Aku akan menganggapnya sebagai takdir,” kata Oska.
Kau ini benar-benar salah paham, kau masih tidak bisa membujukku, kata Sun. Oska terus mendesak Sun, mengatakan apa Sun akan kembali bekerja di perahu ikan. Sun kesal dan berkata ia akan meninggalkan Korea. Oska tidak percaya dan menyita mp3 player Sun sampai Sun mau menandatangani kontrak dengannya. Oska meninggalkan Sun. Sun tersenyum setelah Oska pergi.
Setibanya di rumah, Oska melihat mp3 player Sun dan melihat salah satu folder berjudul “OSKA”. Ia mendengarkannya dan tersenyum. Seorang pelayan datang memberitahukan ada seseorang mencari Oska.
Ra-im datang untuk mengambil barang-barangnya karena ia telah kembali (menjadi Ra-im). Oska bercanda, kalau kau sudah kembali bukankah kau seharusnya tinggal di sini, kau lucu. Ra-im tersenyum. Oska mengajak Ra-im mengobrol.
Oska memberi Ra-im kalender Oska yang baru untuk tahun 2011. Ra-im meminta Oska menandatanganinya. Tentu saja, kata Oska, kau harus beritahu semua orang betapa dekatnya hubungan kita. Ra-im bertanya hati-hati apakah Joo-won masih tinggal di situ dan belum bisa kembali ke rumahnya. “Bibiku tidak pernah menarik kembali kata-katanya, dan ketika ia menekan Joo-won dengan kuat, Joo-won akan membalasnya lebih kuat lagi. Jadi hal itu cukup buruk. Bibi terus menerus meneleponku, memintaku untuk mengusir Joo-won. “ Ra-im merenung.
“Begini, aku penasaran akan suatu hal selama ini.” kata Ra-im, “mengapa kau selalu membiarkan Joo-won menang selama ini?” Oska terkejut, bagaimana kau bisa tahu aku selalu mengalah padanya, semua orang berpikir akulah korbannya. Karena walau kau menjadi korbannya, kau terlihat senang, kata Ra-im.
Oska memuji ketajaman Ra-im. “Tolong jaga Joo-won kami baik-baik.” pinta Oska. Ra-im bingung. Oska bercerita Joo-won pernah mengalami sesuatu yang buruk saat ia berusia 21 tahun. Hal itu membuat Joo-won tertekan diikuti depresi. “Sangat sulit bagiku melihatnya seperti itu. Ia bahkan tidak mau berbicara. Sejak itu aku mulai sengaja mengganggunya, memulai pertengkaran, dan mempermainkannya, karena setidaknya dia bisa marah,” papar Oska.
Ra-im prihatin mendengarnya, ia bertanya peristiwa seperti apa itu. Oska bilang hanya Joo-won yang bisa menjawabnya setelah ia ingat semuanya. Ra-im kaget. Oska berkata Joo-won tidak ingat apa yang sudah terjadi, untuk melindungi dirinya, ia membuat dirinya melupakan semuanya.
Ra-im meninggalkan rumah Oska sambil memikirkan semua yang sudah dikatakan Oska. Joo-won tiba dan berkata seharusnya Ra-im memberitahunya jika mau ke sini, ia sudah ke rumah Ra-im tadi. Joo-won bertanya apakah Ra-im sudah mendengar berita soal audisi. Berita apa, tanya Ra-im heran. Kau benar-benar tidak mendapat kabar apapun? Kau ini berbicara apa, tanya Ra-im. Tidak ada apa-apa, jangan dipikirkan , kata Joo-won. Ayo, kuantar kau pulang, di jalan kita minum teh dulu. Aku sudah minum teh dengan Oppa, seloroh Ra-im. Hisss…aku sedang mengajakmu kencan, omel Joo-won. Aku tahu, sahut Ra-im, dan kau baru ditolak agar kau kesal seharian karena itu.
Joo-won mengantar Ra-im dan langsung nyelonong ikut masuk ke rumah. Ra-im protes. Aku jauh-jauh mengantarmu ke sini bukan hanya untuk ditinggal di pintu, kata Joo-won, aku bahkan tidak mendapat pelukan menghibur setelah aku diusir dari rumah dan kau malah merendahkanku di rumahmu. Kau kan tinggal di rumah Oppa, kata Ra-im.
Joo-won menarik Ra-im dan menyuruhnya duduk. Ada apa, tanya Ra-im. Dengar aku baik-baik, mulai sekarang Choi Woo-young, jangan kau panggil dia oppa. Mulai tahun ini oppa-mu adalah aku. Jika kau memanggil orang lain dengan sebutan oppa mulai sekarang, aku akan menganggapnya selingkuh. Pasangan saling mempercayai dan tidak turut campur dalam urusan pasangannya, itu prinsip yang kubenci. Mengerti? Ra-im mendelik pada Joo-won.
Kau sebaiknya melihatku baik-baik, kau melakukan sesuatu yang aneh dan mencuri hatiku. Kau memberiku minuman aneh dan mengambil tubuhku. Kau muncul di pesta dan mengambil bibirku juga. Apa hakmu melihatku dengan tajam seperti itu?
Bagaimana bisa kau mendramatisir semuanya, kata Ra-im. Bersyukurlah aku punya bakat mendramatisir, jika tidak mana mungkin kau terlihat begitu cantik bagiku, sahut Joo-won tenang. Kau sebaiknya pergi sebelum aku menelepon polisi karena kau menerobos masuk, kata Ra-im sambil melingkari tanggal 8 Januari di kalender barunya.
Joo-won merebutnya, oh kau punya yang baru. Ra-im mengambil kalender lamanya yang berisi coretan, ini kau yang melakukannya bukan. Bukan, tanganmu yang melakukannya, coretan demi coretan, kata Joo-won. Apa kau ingin kehilangan 1-2 tulang rusukmu, seru Ra-im kesal, kembalikan padaku. Tidak mau, dasar Joo-won jail, kenapa kau melingkari tanggal 8 Januari. Kau tidak perlu tahu, gerutu Ra-im. Ra-im berusaha mengambil kalendernya, Joo-won malah melemparnya. Ra-im kehilangan keseimbangan dan jatuh berbaring di tempat tidur.
Hal ini tidak disia-siakan Joo-won. Ia ikut berbaring di sebelah Ra-im dan menahannya untuk bangun. Ra-im protes, bagaimana kalau Ah-young datang. Joo-won berkata departemen storeku tidaklah sesantai itu. Ra-im melotot, kau ini benar-benar…
Gil Ra-im, matamu benar-benar cantik, kata Joo-won. Ra-im terdiam.
Aku penasaran bagian mana yang akan cantik besok, kata Joo-won lagi, haruskah aku menebaknya.
Aku juga tahu itu, kata Ra-im. Lalu ia maju dan mengecup bibir Joo-won, semua hutang pelukanku, aku baru saja melunasi semuanya.
Joo-won memandang Ra-im terkejut, senang, campur aduk pastinya…kaya gado-gado (sorry waktu makan siang sih :p).
Ia menghela nafas, tidak bisa begini, Ah-young harus lembur hari ini (hehe…). Hei!!! Ra-im menggigit bibirnya kesal.
Ibu Joo-won mengetahui Joo-won saat ini berada di rumah Ra-im dari laporan Sekretaris Kang. Dia bertanya apa Joo-won pindah ke sana. Kami rasa tidak, kata Sekretaris Kang. Kurasa ia hanya merindukannya, jadi kadang-kadang ia menemuinya, lanjut Sekretaris Kang sambil tersenyum, yang segera dihardik oleh ibu Joo-won. Pelayan melaporkan Joo-won masih tinggal di rumah Woo-young sementara Gil Ra-im membawa barang-barangnya dan pergi hari ini.
“Hanya karena ia pindah, Joo-won mengikutinya?” ibu Joo-won kesal,”Joo-won saat ini benar-benar sedang dibutakan olehnya”. Untunglah Sekretaris Kang berpikiran terbuka, mungkin mereka kacang polong dalam satu kulit (berjodoh kali ya maksudnya). Sekretaris Kang, tegur ibu Joo-won, apa Joo-won membayarmu. Buru-buru Sekretaris Kang minta maaf dan mengalihkan pembicaraan, apa yang harus kusiapkan untuk besok. Besok adalah hari kau pergi setiap tahunnya….
Ibu Joo-won ingat, ya, aku harus pergi ke sana…lalu ia menyuruh Sekretaris Kang dan pelayan itu pergi. Ibu Oska berlari masuk membawa surat kabar sambil berteriak-teriak. Ia menunjukkan berita utama di surat kabar itu. Beritanya mengenai kabar hubungan Seul dengan Oska. Ibu Oska bertanya gadis macam apa Seul itu, ia mengikuti kencan perjodohan dengan Joo-won tapi terlibat skandal dengan Oska. Ibu Joo-won membela Seul. Ia mengatakan Seul berkata ia adalah fans Oska dan mungkin Woo-young memanfaatkan hal itu. Apa maksudmu, tegur Ibu Oska, apa kau bilang Woo-youngku merebut calon pengantin adik sepupunya. Bukankah melegakan jika tidak, kata Ibu Joo-won dengan kesal.
Seul sedang membicarakan pekerjaan dengan beberapa rekannya. Oska tiba-tiba muncul. Seul bertanya apa yang Oska lakukan di sini. Oska menunjukkan berita skandal mereka pada Seul dengan bangga. Seul terperanjat. Ia merebut koran itu, apa ini. Kita punya skandal, kata Oska senang.
(foto pada adegan ini nih yang sempet heboh di twitter soalnya di belakang Oska ada poster JYJ….hehehe^^)
“Apa kau sudah menelepon kantor surat kabar? Apa kau mengatakan bahwa semua ini tidak benar? Jangan matikan ponselmu dan jawab semua teleponmu. Jawab semua telepon, dan bantahlah kabar itu. Jangan biarkan berita ini menjadi spekulasi di luar sana,” kata Seul panic.
Oska terpana mendengar kata-kata Seul. Kenapa, tanya Seul. Aku ingat sesuatu lagi, kata Oska. Apa yang kaubicarakan, tanya Seul.
“Jika ada skandal, aku mengatakan hal seperti itu bukan? Menyuruhmu jangan menghindari telepon, menerima semua telepon dan membantah kabar itu. Jika spekulasi beredar maka akan menjadi masalah,” kata Oska. Seul terdiam. (Ketika Seul dan Oska masih berpacaran, setiap muncul skandal atau berita mengenai mereka berdua, Oska akan menyuruh Seul bersikap persis seperti yang Seul tadi katakan.)
“Ketika aku memikirkan tentang kita sebelumnya, aku hanya bisa mengingat masa-masa indah. Tapi kurasa aku hanya mengingat hal-hal yang membuatku nyaman. Kau terluka seperti ini, dan aku baru mengetahuinya sekarang?”
Seul menahan perasaannya dan tangisnya, ”Kau tidak lihat aku sedang bekerja? Pergilah sekarang!” Ia berbalik. Oska menahannya, “Apa yang sudah kulakukan padamu?!”
Telepon Seul berbunyi, Seul mengangkatnya. Seorang wartawan bertanya kebenaran berita itu. Seul membantahnya di depan Oska. Oska menatapnya dengan sedih, menyadari bahwa ketika itu pastilah Seul juga seperti dirinya, terluka melihat kekasihnya membantah ada hubungan dengan dirinya persis di hadapannya.
Seul berkata pada Oska, sepeti yang biasa kau minta kulakukan, aku mengatakan bahwa berita itu tidak benar, jadi sekarang kau mengurus….Oska menarik Seul dalam pelukannya. Orang-orang langsung mendekati mereka dan memotret.
Joo-won melihat kalender. Ia ingat Jong-soo berkata bahwa tanggal 5 Desember (kalender Cina) adalah hari kematian ayah Ra-im. Ia juga ingat Ra-im mengatakan ayahnya seorang pemadam kebakaran yang tewas saat menyelamatkan seseorang, saat itu ia berusia 17 tahun. Jika Ra-im berusia 17 tahun berarti itu terjadi 13 tahun yang lalu, gumam Joo-won. Ia mengecek tanggal 5 Desember 13 tahun yang lalu jatuh pada tanggal 3 Januari 1997. Joo-won termenung melihat kalender.
Oska pulang dalam keadaan murung. Joo-won memanggilnya. Oska berkata ia sedang tidak ingin berbicara. Ini penting kata Joo-won serius. Singkat saja, sahut Oska.
“Hari kematian ayah Gil Ra-im jatuh pada tanggal 5 Desember (kalender cina) dan dia meninggal 13 tahun yang lalu. 13 tahun yang lalu pada tanggal yang sama adalah hari aku mengalami kecelakaan itu.” kata Joo-won. Apa kau mungkin kau salah, tanya Oska, kau tidak ingat mengenai kejadian itu. Walau aku tidak mengingat kejadiannya tapi aku mengingat beberapa hal, kata Joo-won, terakhir aku melihatnya di catatan rumah sakit. Maka kupikir, mungkin kau ingat.
Oska diam. Itu adalah hari yang sama aku dibawa ke rumah sakit, kata Joo-won, benar-benar aneh. Takdir seperti itu, mungkinkah itu cuma kebetulan, kata Oska. Mungkin saja, sahut Joo-won, tapi beberapa hari lalu aku terjebak di dalam lift dan saat itu aku ingat sesuatu. Oska kaget Joo-won pernah terjebak di dalam lift.
“Kak, kecelakaan yang tidak bisa kuingat, semua anggota keluarga mengatakan itu adalah kecelakaan mobil, sebenarnya itu adalah kecelakaan lift, bukan? Tapi mengapa kau berbohong padaku dan mengatakan itu adalah kecelakaan mobil. Mengatakan bahwa aku sedang mengemudi sendirian saat kecelakaan mobil itu terjadi. Mengapa kalian semua berkata seperti itu?” tanya Joo-won. Oska diam tidak tahu harus bicara apa.
Joo-won menemui Ji-hyeon dan menanyakan hal yang sama. Ji-hyeon mengelak, apa maksudmu itu bukan kecelakaan mobil. Jangan pura-pura tidak tahu, sahut Joo-won. Itulah sebabnya aku bertanya apa yang kaubicarakan, kata Ji-hyeon. Kubilang jangan berpura-pura, kata Joo-won lagi, kau tahu mengapa aku phobia terhadap lift, bukan? Ibu tahu, hyung tahu, dan kaupun tahu, benar?
Ji-hyeon terlihat gelisah. Mengapa kau berbohong, tanya Joo-won. Karena kami ingin melindungimu, jawab Ji-hyeon akhirnya, setelah kecelakaan itu kau pasti tertekan luar biasa jadi tidak ada alasan mengapa kau harus tahu hal yang sebenarnya. Itu karena kau sepertinya berusaha menekan ingatanmu sendiri. Itulah sebabnya kami mengatakan itu adalah kecelakaan mobil.
Lalu apa yang terjadi saat kecelakaan lift, tanya Joo-won. Itu….akupun tidak tahu, kata Ji-hyeon, kami baru mengetahui kejadian ini saat kau masuk rumah sakit. Jadi, aku harus mengingat semuanya sendiri, kata Joo-won. Ji-hyeon terlihat khawatir, mengapa kau berusaha mengingatnya? Setiap orang dalam hidup mereka pasti pernah kehilangan sesuatu dan kau tetap hidup seperti itu.
“Jika kau berkata seperti itu, benar juga, tapi aku merasa kehilangan sesuatu yang sangat penting. Aku tidak begitu yakin apa itu, tapi sepertinya begitu.”
“Apa? Penyakit?” tanya Ra-im pada Ah-young, “Kalaupun ada pasti penyakit pangeran kompleks (merasa diri pangeran).” Mereka sedang berjalan-jalan di sebuah toko. ‘Jangan seperti itu, pikirkanlah lebih keras, “kata Ah-young, “ia pasti menyembunyikan sesuatu darimu. Kalau tidak, mengapa ia pingsan di lift?”
“Kelelahan karena flu. Tidakkah kau melihat beritanya?” kata Ra-im. Itulah yang lebih aneh, dia tidak pergi kerja bagaimana bisa kelelahan, desak Ah-young, kerjanya hanya keluyuran. Mereka pasti bilang umurnya tinggal 3 bulan, setelah kupikir-pikir salam yang ia berikan pada para pegawai bukanlah salam biasa melainkan salam perpisahan.
Ra-im mendengus, “Lihat, bagaimana dengan yang ini?”, ia menyerahkan sebuah jas pada Ah-young, “benar-benar hangat.” “Kenapa, agar kau bisa memberi hadiah pada presdir? Pasti benar-benar tinggal 3 bulan lagi, “ kata Ah-young sedih, ia pikir Ra-im hendak memberi Joo-won hadiah perpisahan karena umur Joo-won tinggal 3 bulan (kebanyakan nonton drama nih Ah-young…^^). “Hei!” seru Ra-im, “Kita ke sini untuk memilih hadiah buat Sekretaris Kim, karena dia memberimu sepatu boot itu.”
Ah-young melihat sepatunya dan langsung ceria, ah ya benar, aku memang seperti ini. Ia mengambil jaket dari tangan Ra-im, “Bagus sekali, kita juga harus membeli dasi.” “Kau pilihlah sendiri, aku harus pergi.”kata Ra-im. Kemana, tanya Ah-young. Aku sudah mengatakannya tadi pagi, Ra-im mengingatkan. Makan pagi? Ah iya…maaf, maaf, apa kau mau kutemani? Tidak usah , kata Ra-im , aku pergi dulu.
Di rumah abu (tempat abu orang yang sudah dikremasi disemayamkan, agar keluarga bisa berziarah, biasanya di area pemakaman). Ibu Joo-won meletakkan bunga di depan foto ayah Ra-im. Ia menoleh dan kaget melihat Ra-im berdiri di pintu masuk. Ra-im masuk dan memberi hormat. Ibu Joo-won mengira Ra-im sengaja besikap sopan agar ia senang.
Ra-im minta maaf telah bertanya tapi mengapa ibu Joo-won menaruh bunga di sana. Ibu Joo-won terus memarahinya, lakukan saja apa yang mau kaulakukan, untuk apa kau ingin tahu. Ra-im menjawab pelan, aku ingin tahu karena kau mengunjungi ayahku. Apa, tanya ibu Joo-won. Orang ini, Gil Ik-sun adalah ayahku.
Ibu Joo-won bagai disambar petir mendengarnya. Apa kau mengenal ayahku, tanya Ra-im. Ibu Joo-won berdiri mematung, memegang erat jaketnya. Ra-im bingung.
Ibu Joo-won berjalan sempoyongan, ia masih terkejut dengan kejadian tadi. Ia ingat perkataan Ra-im, “Ayahku seorang pria yang membahayakan nyawanya untuk menyelamatkan nyawa orang lain. Dia bukan orang yang bisa mendengar hal ini dari orang sepertimu!” Ibu Joo-won terpukul, apa yang harus kulakukan, mengapa jadi seperti ini, apa yang harus kulakukan.
Ra-im juga memikirkan kejadian tadi di rumahnya.
Joo-won memesan sebuah aksesoris berdesain kucing seperti boneka kucing pemberian ayah Ra-im. (lucu juga ya gambarnya ^^)
Ra-im mengajar di sekolah laga. Ia sedang mengajar seorang junior menggunakan kawat. Semua berseru “ooooh….” dan mengacungkan jempol saat junior itu berhasil mendarat dengan baik. “Ini bukan kekuatanku, ini kekuatan cinta,” katanya pada Ra-im. (Masih inget kan sama junior yang berpuisi dan kasih bunga sama Joo-wonim ^^)
Ra-im mengingatkan, “Sang-min, kau baru di kelas 6 ketika aku di sini.” “Mengapa itu penting? Sekarang kau ada di depan mataku.”kata Sang-min merayu Ra-im. Ra-im kebingungan.
“Apa kau mau mati?” tanya seseorang (ya udah taulah ya siapa…)
“Siapa itu?” seru Sang-min. Dari belakang Joo-won maju menghampiri Sang-min seperti hendak memukulnya. Ra-im buru-buru menghalangi. “Kau… di depan mataku…berani-beraninya…” kata Joo-won. “Kenapa kau ini…..pada bayi, “kata Ra-im mengingatkan.
“Bayi? Apa kau pernah melihat bayi sehitam dan sebesar ini?” tanya Joo-won, “aku akan menendangmu sampai mati.”
Sang-min meminta bantuan pada Ra-im. Ra-im berkata pada Joo-won apa kau tidak melihat kami sedang berlatih. Ra-im memuji Sang-min telah berani dan tadi keren. Tentu saja Joo-won tidak suka mendengarnya. Ia berkata, “Apa ini? Aku belum pernah mengatakan ini ke manapun aku pergi, sebenarnya aku juga cukup berani.” “Benarkah?” Ra-im memandang Joo-won penuh arti.
Adegan berikutnya Joo-won teriak-teriak ketakutan saat ditarik ke atas menggunakan kawat. Ra-im dan teman-temannya tertawa. “Kau benar-benar akan mati! Kau tertawa?” seru Joo-won. Sang-min ikut menarik dengan semangat hehe…
Jong-soo dan Jung-hwan melihat kejadian itu dari balkon. “Kurasa mereka tidak putus, “kata Jung-hwan. “Seharusnya aku memukulnya lebih keras saat aku punya kesempatan.” gumam Jong-soo. Jung-hwan kaget, kau memukulnya?
Ra-im berbelanja untuk memasak makan malam. Joo-won mengantarnya. Mereka berjalan pulang bersama. “Kau pasti pintar memasak.” Kata Joo-won. “Sejak aku tidak mempunyai ibu.” sahut Ra-im. Joo-won prihatin mendengarnya. Ia memeluk Ra-im, “Ah dingin sekali.”
Ra-im melepaskan diri, “Mengapa kau menggangguku?” protes Ra-im.
“Aku kedinginan jadi bertahanlah sedikit, “Joo-won kembali memeluk Ra-im.
Ra-im melepaskan diri, “Benar-benar…aku kepanasan.”
Apa, tanya Joo-won. Ya, saat bersamamu aku selalu kepanasan, kata Ra-im. Joo-won malah senang, ia tersenyum, “Benarkah? Kau kepanasan? Apa yang kaupikirkan sampai kau merasa panas?” Ra-im mendelik kesal. “Apa kau memikirkan apa yang kupikirkan?” tanya Joo-won nakal, “pantas saja setiap kita bertemu rambutmu bersinar.” Joo-won mengelus rambut Ra-im. Ra-im berteriak menjauh. “Bagaimana kalau kita…”
“Aku akan membuatkanmu makan malam,” sahut Ra-im cepat.
“Selain makan malam.” rengek Joo-won.
Ra-im mendapat sms dari Ah-young yang mengabarkan ibu Joo-won ada di rumah mereka. Ra-im tertegun, ia tahu ini ada hubungannya dengan kejadian di pemakaman. Joo-won bertanya ada apa. Ra-im minta maaf, ia harus segera pergi karena ada urusan penting. Ia langsung berlari meninggalkan Joo-won.
“Kau mau ke mana? Urusan pentingmu seharusnya hanya mengenai diriku. Hei! Aku akan mengantarmu! Mobilku di sana!” seru Joo-won.
Ra-im masuk ke rumah. Tidak seperti biasanya, kali ini ibu Joo-won berbicara dengan tenang. Ibu Joo-won berkata, “Kurasa suatu saat kau akan mengetahuinya. Itulah sebabnya aku datang. Aku takut kau akan membuat keributan jika mengetahuinya nanti. Itulah sebabnya aku akan mengatakannya pertama kali padamu. “
Ra-im bertanya apa maksud ibu Joo-won. “Musim dingin ketika Joo-won berusia 21 tahun, dia mnegalami kecelakaan. Tapi kecelakaan itu, Joo-won melihatnya sebagai kecelakaan mobil. Dia pasti sangat shock. Dia tidak bisa mengingatnya. Ketika itu Joo-won diselamatkan. Tapi seseorang tewas. Alasan aku bertemu denganmu di pemakaman adalah karena hal itu. “
Ra-im tertegun tak percaya, “Tak mungkin..”
“Benar, orang itu adalah ayahmu.”
Ra-im mulai menangis.
Ibu Joo-won berlutut dan menangis di hadapan Ra-im, ”Aku akan membantumu dengan uang. Banyak-banyak uang. Berapapun banyaknya akan kuberikan. Jadi jangan gunakan hal ini untuk bersandar pada Joo-won. Sekarang, tolong biarkan Joo-won pergi. Aku memohon padamu.”
Ra-im menangis mendengar semua itu dan melihat ibu Joo-won berlutut di hadapannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar