Ra-im
: “Semua yang baru saja kaukatakan, benarkah itu? Apakah ayahku….Apakah
orang yang menyelamatkan Kim Joo-won benar-benar….. ayahku?“
Ibu
Joo-won: “Kau yang mengatakannya dengan mulutmu sendiri. Bahwa ayahmu
telah menyelamatkan hidup banyak orang. Joo-won hanyalah satu di
antaranya. Jadi jangan berpikir ada yang spesial mengenai itu.”
Ra-im tak percaya ibu Joo-won mengatakan hal itu. Ibu Joo-won perlahan-lahan berlutut di hadapan Ra-im. Ra-im terkejut.
“Aku
akan mengganti dengan uang. Dengan uang yang sangat-sangat banyak.
Berapapun yang kau minta akan kuberikan. Jadi jangan gunakan hal ini
untuk bersandar padanya. Tolong, biarkan Joo-won pergi sekarang. Aku
memohon padamu seperti ini. Aku akan melakukan apapun yang kauinginkan.
Lebih banyak, lebih besar…akan kuberikan untukmu. Tapi, tidak bisa
Joo-won. Dia bukan jodohmu. Tolong….tolong, aku mohon padamu.”
Ra-im mendengar semuanya sambil menangis namun ia tidak menjawab. Hal ini membuat ibu Joo-won marah.
“Jawab aku! Sudah kukatakan aku mohon padamu.”
Namun
Ra-im tetap menangis, ia masih terkejut dengan kenyataan bahwa ayahnya
mati saat menyelamatkan Joo-won. Ibu Joo-won bangkit berdiri dengan
kesal.
“Sudah kukatakan aku akan memberi ganti.
Aku akan memberi ganti rugi padamu atas nyawa ayahmu. Aku sampai datang
ke sini dan melakukan semua ini, seharusnya aku menyerah karena ini
begitu hina dan rendah. Tapi kau terus saja menangis sampai akhir. Apa
kau baru akan sadar setelah kau tidak memiliki apapun dan diusir keluar?
Jangan biarkan hidup ayahmu sia-sia dan akhiri hubunganmu dengan
Joo-won tanpa menyakitinya. Setelah kau menyelesaikan semua urusanmu
dengannya, datanglah padaku untuk mengambil uangnya.” Setelah itu ibu
Joo-won pergi meninggalkan Ra-im yang masih menangis.
Sepeninggal ibu Joo-won, Ra-im mengeluarkan seluruh perasaannya “Ayah…… “ tangis Ra-im, “Ayah…..Ayah……Ayah….”
Joo-won
datang ke sekolah laga untuk mencari Ra-im. Jung-hwan dengan ramah
bertanya untuk apa malam-malam Joo-won datang. Joo-won mengatakan ia
mencari Ra-im. Teman Ra-im mengatakan Ra-im tidak ada di ditu. Joo-won
bertanya apakan syutingnya belum selesai. Teman-temannya bingung, mereka
mengatakan Ra-im tidak ada syuting. “Ada apa ini, Ra-im bilang dia akan
syuting ekstra,” kata Joo-won. Jung-hwan mengatakan kalau ada pasti
mereka semua tahu. Joo-won menyadari Ra-im telah berbohong padanya.
Ah-young
menghibur Ra-im yang terus menangis. Joo-won mengetuk pintu rumah
Ra-im. Ra-im meminta Ah-young tidak mengatakan apapun, ia ingin mencuci
muka sebelum bertemu dengan Joo-won. Ah-young membukakan pintu untuk
Joo-won. Joo-won bertanya di mana Ra-im. Ra-im keluar dari kamar mandi
dan bertanya mengapa Joo-won tiba-tiba datang tanpa menelepon lebih
dulu.
Joo-won menatap Ra-im dan bertanya tentang
syuting Ra-im, berharap kali ini Ra-im akan berkata jujur. Tapi Ra-im
menjawab ia harus bekerja dengan baik agar menghasilkan uang dan
bertanya mengapa Joo-won datang malam-malam. Bukankah hal pertama yang
harus dikatakan adalah menawarkan aku minum, sahut Joo-won. Ah-young
buru-buru menawari Joo-won minum teh. Tapi Joo-won malah mencari yang
tidak ada, yaitu buah. Ia juga meminta Ra-im yang pergi membelinya
karena ia ingin bertanya sesuatu tentang Sekretaris Kim pada Ah-young.
Ra-im pergi keluar untuk membeli buah.
Sebenarnya
itu hanyalah akal Joo-won agar ia bisa bertanya pada Ah-young apa yang
terjadi. Ia berkata Ra-im sudah membohonginya pergi syuting yang tidak
dilakukannya. Sebenarnya ia pergi ke mana, tanya Joo-won, hingga harus
berbohong. Ah-young menjawab, ia tidak tahu, saat ia pulang Ra-im sudah
di rumah. Joo-won tidak percaya. Ah-young mengatakan mungkin karena ini
hari peringatan kematian ayah Ra-Im, dia biasanya sedih pada hari
seperti ini. Joo-won masih tidak percaya, apa Ra-im yang menyuruhmu
menjawab demikian. Ah-young terdiam. Joo-won bertanya di mana kedai buah
terdekat.
Ra-im
memilih buah sambil terus menangis. Joo-won melihatnya dan merasakan
kesedihan Ra-im. Matanya berkaca-kaca. Ia tak tahan lagi dan menghampiri
Ra-im lalu menariknya berdiri. Ra-im kaget Joo-won melihatnya menangis.
“Mengapa
kau menangis? Setelah berbohong padaku, mengapa kau menangis? Kau
bahkan berbohong tentang syuting yang sebenarnya tidak ada. Cuaca juga
begitu dingin jadi mengapa kau menangis di tengah jalan?” tanya Joo-won
kesal, “Apa kau bertemu dengan ibuku lagi? Itukah sebabnya hingga kau
bersikap seperti ini?
Ra-im hanya menangis, tidak tahu bagaimana menjawabnya.
“Kau tidak mau mengatakannya padaku? Kau bertemu ibuku, benar bukan? Benar?”
Ra-im
membantahnya, “Bukan seperti itu. Bukan mengenai itu. Harga naik
terlalu tinggi, dan aku tidak punya uang untuk membeli apapun. Jadi
mengapa kau menyuruhku membeli buah yang harganya sangat mahal? Aku
bahkan tidak punya uang. Mengapa kau menyuruhku membeli buah mahal?”
Ra-im menangis sambil memarahi Joo-won.
“Apa kau
tidak akan berhenti menangis?!” tanya Joo-won marah sekaligus sedih,
“Apa kau tahu betapa jeleknya wajahmu jika kau menangis di atas wajah
jelekmu?”
Joo-won
melepas sarung tangannya lalu menghapus air mata yang mengaliri wajah
Ra-im. “Dasar bodoh, wajahmu membeku.” Joo-won melepas syalnya dan
memakaikannya pada Ra-im. “Ini mahal, kau tahu kan, selalu ingatlah
betapa mahalnya syal yang melilit di lehermu ini.” Ra-im memandang
Joo-won sedih namun terharu. Joo-won memakaikan sarung tangannya pada
tangan Ra-im dan berkata akan membeli buah lain kali. Ia menyuruh Ra-im
cepat masuk ke rumah. “Jangan berpikir mengenai apapun. Tidurlah yang
nyenyak.”
Ra-im memandangnya khawatir, “Kau mau kemana? Kau akan pergi ke mana?”
Joo-won
menjawab karena Ra-im tidak mau mengatakannya maka ia akan mencari
orang yang akan mengatakannya. Lalu Joo-won berbalik meninggalkan Ra-im.
“Jangan lakukan itu!” seru Ra-im, “Sudah kukatakan bukan mengenai itu
(ibu Joo-won)! Tolong jangan lakukan itu!” Namun Joo-won tidak
menghiraukan teriakannya dan terus berjalan. Ra-im menangis putus asa.
Joo-won
pergi ke rumah ibunya dan bertanya pada Sekretaris Kang, kau baru dari
Chang Sin Do (daerah rumah Ra-im) kan? Sekretaris Kang hanya menunduk
tak berani menjawab. Joo-won mendesaknya dan bertanya apakah ibunya dari
Chang Sin do. Sekretaris Kang mengatakan ia tidak tahu apa-apa. Joo-won
mengancam akan memukulnya namun Sekretaris Kang tetap menjawab ia tidak
tahu apa-apa.
Joo-won mengeluarkan ponselnya
dan menelepon ibunya namun tidak aktif. Ia bertanya pada Sekretaris Kang
di mana ibunya. Sekretaris Kang menjawab ibu Joo-won pergi ke Hong Kong
untuk melepaskan stressnya. Joo-won berkata, tapi kau tidak pergi
dengannya. Sekretaris Kang kebingungan. Sudahlah, kata Joo-won,
sepertinya ibu sedang menghindariku. Katakan padanya aku juga lebih
nyaman seperti ini. Katakan pada ibuku aku akan melakukan apapun yang
kusukai mulai sekarang ini (dengan kata lain ia tidak akan melakukan
keinginan ibunya lagi). Lalu Joo-won mengeraskan suaranya, jika ia
mendengarku sekarang maka itu lebih baik lagi! Lalu ia pergi.
Ibu
Joo-won turun dari lantai atas. “Lihatlah betapa pandainya ia, ia
mendapatkannya dariku. Pantau gadis itu 24 jam sehari. Joo-won berkata
akan melakukan apapun yang dia inginkan. Jadi kita harus melihatnya,”
kata ibu Joo-won pada Sekretaris Kang.
Seul
bertemu dengan Oska dan mengabarkan kalau Han Tae Sun meninggalkan
Korea hari ini. “Benarkah? Bahkan wanita yang pernah bersamaku tidak
sampai melarikan diri seperti itu (bersikap sulit didapat),” gumam Oska.
Seul melotot, apa.
Oska bertanya mengapa Seul
memberitahunya. Seul menjawab, Oska menginginkan Sun bahkan sampai
mengejarnya ke Jeju. Seul berkata ia penasaran apakah Sun demikan hebat.
“Jika aku mengatakan dia hebat, apakah kau akan cemburu padanya?” tanya
Oska. Seul melotot kesal. “Han Tae Sun memang hebat,” seloroh Oska.
“Hentikan!” seru Seul kesal lalu ia bangkit berdiri. Oska menahannya.
“Kau mau ke mana? Satu-satunya orang yang hebat bagiku adalah Han Tae
sun,” gurau Oska lagi. “Hei!” seru Seul.
“Aku ke
sini karena kukira kau akan membicarakan kita berdua. Terima kasih
sudah memberitahuku tentang Sun tapi aku juga ingin mendengar tentang
kita. Apa aku benar-benar tidak bisa dimaafkan? Jika aku mendapat
kesampatan lagi bersamamu, aku percaya aku akan melakukannya dengan baik
kali ini. Aku tahu sebelum ini aku cukup keras, jadi kali ini bolehkah
aku menjadi handukmu seumur hidupku?” tanya Oska penuh harap. “Kalau
begitu cobalah bertahan.” Jawab Seul. Apa, tanya Oska.
“Kubilang, cobalah bertahan, mulai sekarang setiap kau melihatku, memohonlah terus. Maka aku akan memikirkannya.”
“Benarkah?”
tanya Oska senang,”Itu benar kan? Aku akan melakukannya! Aku akan
sungguh-sungguh mengejarmu dengan mengesankan. “ Seul tersenyum melihat
reaksi kekanakkan Oska.
(di belakang Seul ada poster Late Autumn, film terbaru Hyun Bin, yang dibintanginya bersama Tang Wei)
Oska
mengejar Sun ke pelabuhan. Ia mengejutkan Sun dengan kedatangannya.
Oska menegur Sun karena telah melarikan diri. “Mengapa kau naik kapal
air jika kau mau ke Cina?” “Memangnya kau naik taksi?” sindir Sun. “Apa
kau tidak bisa hidup seperti orang umumnya, aku tadi ke Incheon (bandara
udara Seoul)!”
(Biasanya di drama Korea, kalau
ada yang ke luar negeri pasti naik pesawat, jadi adegan perpisahan atau
kejar mengejarnya di bandara. Kali ini Sun menggunakan kapal laut,
mendobrak kebiasaan drama Korea pada umumnya hehe^^)
“Kalau
aku hidup seperti orang umumnya maka musikku akan seperti musikmu
(biasa-biasa saja…). Kembalikan Mp3 player milikku. “ sahut Sun tenang.
“Apa kaupikir aku ke sini untuk mengembalikan itu”, tanya Oska kesal,
“Sudah kubilang datang dan ambillah. Di situ semua ada lagu-lagu yg
kauciptakan. Apa yang akan kaulakukan jika aku mencuri lagumu?”
Kau
tidak akan melakukannya, kata Sun. Bagaimana kau bisa tahu? Karena kau
tidak punya keberanian untuk itu, sahut Sun lagi. Oska kesal namun tidak
bisa membantah. Mari kita tulis ulang kontraknya, kata Oska. Sudah
kubilang aku tidak mau, kata Sun bosan.
“Berhentilah
melarikan diri, aku tahu ketika kubilang aku akan mengajarimu,
kauanggap itu omong kosong. Karena itulah aku akan mengatakan…dapatkah
kau mengajariku?”
Sun kaget, apa? Oska kembali
mengatakan, mari tulis ulang kontraknya, bukan aku yang mengajarmu tapu
kau yang mengajarku. Bantulah aku, kata Oska lagi, sebenarnya kau mau
membantuku, mengapa kau menyembunyikan perasaanmu, aku sangat suka
lagumu, berikan padaku. Oska mengeluarkan Mp3 player Sun, lagu di sini
untukku, bahkan judulnya Oska, jadi berikan padaku. Sun merebutnya dan
menyuruh Oska pergi karena sudah waktunya untuk naik kapal.
Oska
menahannya, kau tidak mau mengajarku secara pribadi, baiklah bagaimana
kalau aku diajar olehmu pribadi (sama aja deh ), kau tidak keberatan
kan. Kau tidak tulus, aku benci, ujar Sun. Mengapa begitu banyak hal
yang kaubenci, bagaimana kau bisa sukses kalau begitu, gerutu Oska,
sini, aku harus mengikatmu. Oska mengangkat Sun ke pundaknya dan
menggendongnya keluar (persis adegan di My Fair Lady waktu Yonn Sang
Hyun menggendong Yoon Eun Hye^^). Sun protes dan teriak-teriak minta
diturunkan. Oska mana mau nurut hehe…
Ra-im
melepaskan kegalauan hatinya dengan berlatih sangat keras, tapi
perkataan ibu Joo-won selalu terngiang di kepalanya. Jong-soo mendapat
telepon dari Ryan Jackson yang mencari Ra-im. Jong-soo heran Mr. Ryan
menelepon dan mencari Ra-im, ia memperkenalkan dirinya sebagai boss
Ra-im dan bertanya ada pesan apa untuk Ra-im, ia akan menyampaikannya
(karena Ra-im tidak bisa berbahasa Inggris lancar).
Ryan
Jackson menitipkan ucapan selamat untuk Ra-im karena Ra-im mendapat
peran Jin dalam Dark Blood. Aku tidak mengerti, kata Jong-soo, apa kau
mengatakan Ra-im mendapat peran itu, karena Ra-im tidak mengikuti
audisi. Ryan Jackson mengatakan Ra-im mendapat audisi khusus, dan hanya
dalam 5 menit ia terkesan padanya. Jong-soo bertanya apa artinya….
Ra-im
kaget saat diberitahu ia mendapat peran itu. Jong-soo memastikan Ra-im
mendapat peran itu. Ra-im berkata, aku tidak mengikuti audisi
jadi…bagaimana bisa.. Kau harus berterima kasih pada Kim joo-won, potong
Jong-soo. Apa, tanya Ra-im kaget (kalau aku ngga sekaget itu kayanya..)
Kim Joo-won membawa sutradara itu ke sini
dengan pesawat jet pribadi, kata Jong-soo, jadi Mr. Ryan membuat
keputusan setelah melihatmu beraksi. Ra-im ingat kata-kata Joo-won agar
percaya padanya, ia akan membuat keajaiban untuk Ra-im. Perasaan Ra-im
campur aduk.
“Dengan pesawat jet? Wah levelnya
memang beda, “ seloroh Jung-hwan, “Apa Kim Joo-won tertarik pada pria?
Aku ingin berkencan dengan Kim Joo-won juga.” Haha… sementara itu
Jong-soo terlihat tidak begitu senang. Ia mengucapkan selamat pada
Ra-im. Ra-im meminta ijin untuk pergi sebentar. Jong-soo melihat Ra-im
pergi dan menghela nafas panjang…
Joo-won
sedang berjalan di area departemen storenya dengan para pegawainya.
Mereka sedang membicarakan pekerjaan. Diam-diam Ra-im melihatnya namun
tidak mendekatinya. Ia menelepon Joo-won. Sekretaris Kim berlari
menghampiri Joo-won, kau mendapat telepon penting tapi kau meninggalkan
ponselmu.
Joo-won melihat siapa yang menelepon dan tersenyum senang, “Ini aku.”
“Apa kau sibuk?” tanya Ra-im.
“Tidak,”
kata Joo-won. Ia menyuruh para pegawainya pergi. “Kau di mana?” tanya
Joo-won, “tadi kau tidak menjawab teleponku.” (berarti Ra-im menghindari
Joo-won sejak peristiwa malam itu)
“Aku di
tengah-tengah syuting,” kata Ra-im, matanya mulai berkaca-kaca,”Aku di
Cheonan, siang malam aku sibuk, jadi jangan marah padaku jika aku tidak
menjawab telepon.”
“Apa kau sedang berbohong lagi?” kata Joo-won, “Jika ada seseorang di sebelahmu, oper telepon ini.”
“Aku
tidak berbohong, “sahut Ra-im, berusaha terdengar riang, namun air mata
mulai turun mengaliri pipinya, “Aku tidak bisa bicara lama. Aku hanya
memiliki waktu sedikit unutk meneleponmu, jadi aku akan langsung pada
intinya. Sebuah keajaiban terjadi padaku. Aku….audisi, aku terpilih.”
Joo-won
senang sekali mendengarnya, “Benarkah? Kau mnedapatkannya? Sudah bisa
diperkirakan. Gil Ra-im memang hebat. Dan wanita hebat itu wanitaku.”
Joo-won mengucapkannya dengan sangat bangga.
“Aku sudah mendengar semuanya. Kudengar kau mengirim pesawat pribadi.”
“Ada
apa ini? Apa kau pikir kau terpilih karena hal itu? Apa kau bodoh?
Sutradara hanya melihatmu selama 5 menit. Jadi orang yang menciptakan
keajaiban adalah dirimu.” Sahut Joo-won sambil berjalan pergi.
“Kau mau kemana?” sahut Ra-im cepat, ia masih ingin melihat Joo-won.
Joo-won berhenti, “Bagaimana kau bisa tahu?”
Ra-im tergagap mencari alasan, “Oh tidak, hanya saja suara di belakangmu berubah.”
Joo-won bertanya, “Mengapa suaramu berubah? Apa kau sedang menangis?”
Ra-im menangis dan berkata, “Ini karena aku sangat senang lulus audisi. Aku minta maaf, aku harus mulai syuting. “
“Aku mengerti, “ kata Joo-won, “Jangan sampai terluka dan cepatlah kembali.”
“Aku
pergi dulu,”kata Ra-im sedih. Ia bertemu dengan Seul saat ia berjalan
keluar departemen store. Seul menyapanya dan heran melihat Ra-im
menangis. “Apa terjadi sesuatu?” tanya Seul.
Ra-im
dan Seul berbicara dalam sebuah galeri lukisan. “Mengapa kau ingin ke
sini?” tanya Seul. “Aku selalu ingin ke tempat seperti ini sekali saja,”
kata Ra-im, “Sutradara Yoon, kau pasti sering ke tempat seperti ini
bukan?” “Sering, untuk melihat-lihat lukisan dan untuk membelinya juga,”
jawab Seul.
Seul bertanya, apa kau tidak akan
mengatakan apa yang telah terjadi? Ra-im malah balas bertanya, apa yang
Seul pikirkan saat melihat lukisan-lukisan ini, apa kau seharusnya
merasa lebih dari sekadar mengatakan ‘oh itu lukisan Picasso, aku pernah
melihatnya di buku seni’?
Seul memandang Ra-im
dan bertanya ada apa sebenarnya, aku akan membantumu. Ra-im memandang
Seul dan berkata baik Joo-won dan Seul, banyak dari kehidupan kalian
yang terpampang seperti ini bukan? Tapi aku, aku harus menyembunyikan
keberadaan diriku sebagai seorang stunt woman. Sejauh itulah perbedaan
antara aku dan Kim Joo-won, kata Ra-im. Ra-im mengatakan hidup Joo-won
dan Seul selalu menjadi pusat perhatian, sedangkan ia sebaliknya,
sebagai seorang stuntwoman adalah orang yang bekerja di balik layar,
harus menyembunyikan identitas dirinya.
“Walau ia di sampingku, ia tidak benar-benar ada.” Kata Ra-im, mengikuti kisah Little Mermaid.
“Aku
tahu tidak akan mudah, “ kata Seul, ia tertawa kecil, “Tapi kau
memasuki masalah yang sudah pasti akan terjadi. Aku tidak mengalah
padamu untuk menjadi seperti ini.”
Ra-im tersenyum kecil mendengarnya.
“Karena
masalah di luar kalian berdua, apa kau akan mencampakkan Kim Joo-won?
Nn. Ra-im apa kau sehebat itu? jika jarak kalian terlalu jauh, larilah
padanya. Jika kau merasa ia tidak di dekatmu, peluklah ia erat-erat. “
Seul
mengingatkan bahwa Ra-im sudah tahu hubungannya dengan Joo-won tidak
akan mudah, namun ia tetap memasuki hubungan tersebut jadi jangan
menyerah hanya karena kesulitan yang ditimbulkan di luar hubungan mereka
berdua. Ra-im tampaknya memikirkan perkataan Seul.
“Walaupun Kim Joo-won akan mengalami kesulitan dan penderitaan?” tanya Ra-im.
“Bukankah
itulah masalah dalam keluarga. Kupikir tidak ada cinta yang percaya
diri di dunia ini.” Kata Seul tenang. Maksud Seul, semua cinta tidak
akan selalu bahagia, dan tidak ada yang yakin bahwa dengan cinta tidak
akan ada yang terluka atau tersakiti.
Ibu
Joo-won menerima laporan bahwa Joo-won menggunakan pesawat pribadi untuk
menjemput Sutradara Ryan Jackson demi kepentingan audisi Ra-im. Ibu
Joo-won mengira Ra-im yang meminta Joo-won melakukannya. Ia memutuskan
selama ini targetnya salah, seharusnya selama ini ia tidak mengejar
Ra-im. Bahkan pelayannya pun khawatir dengan maksud perkataan ibu
Joo-won. Ibu Joo-won mengeluarkan daftar pemegang saham utama LOEL. Ia
menelepon mereka satu per satu dan mengundang mereka untuk bertemu makan
malam.
Joo-won
sedang berkeliling memeriksa departemen storenya ketika Sekretaris Kim
mendapat telepon penting yang membuatnya sangat terkejut. Ada apa, tanya
Joo-won.
Di kantor Joo-won Sekretaris Kim
melaporkan bahwa satu jam lagi akan diadakan rapat pemegang saham, dan
agendanya adalah membicarakan CEO sementara departemen store. Apa?!
Tanya Joo-won kaget. Dan orang yang mengadakan rapat ini adalah ibumu,
kata Sekretaris Kim.
Joo-won
terus menelepon ibunya tapi ibunya sengaja tidak mengangkatnya. Ibu
Joo-won menatap Ra-im yang duduk di hadapannya, “Ini sudah waktunya kau
mengambil uangnya, tapi karena tidak ada kabar darimu maka aku
memanggilmu ke sini. Aku berharap kau mengakhiri hubunganmu dengan
Joo-won. Berapa banyak yang harus kuberikan padamu? Katakan saja.”
Ra-im diam menunduk tak menjawab.
“Kau
selalu mengkhawatirkan harga dirimu. Aku akan mengakui bahwa kau sudah
membuktikan harga dirimu. Jadi cepat dan katakan berapa.”
“Maafkan aku.” Ra-im akhirnya bersuara.
“Mangapa kau minta maaf?” tanya ibu Joo-won.
“Aku sudah lama memikirkannya tapi aku tidak bisa.”
“Aku tidak memberimu waktu untuk sampai pada kesimpulan seperti itu.” tegur ibu Joo-won.
“Aku
benar-benar minta maaf. Tapi , jika ayahku menyerahkan hidupnya demi
hidupnya (Joo-won), maka hidup (Joo-won)itu pun berharga bagiku. Dia
adalah orang yang ayahku lindungi walau nyawanya sendiri jadi
taruhannya.” Ra-im mulai menangis, “Jadi aku juga akan menjalani seumur
hidupku menjaga hidupnya (Joo-won).”
Tentu
saja ibu Joo-won marah besar dan mengira Ra-im orang yang licik.”Apa
aku memanggilmu ke sini untuk memberi persetujuanku? Kau akan menjadi
satu-satunya kelemahan dalam hidup Joo-won! Satu-satunya kekurangan pada
Joo-wonku yang sempurna adalah dirimu! Mengapa Joo-wonku harus
dibicarakan orang hanya karena gadis sepertimu?! Kenapa?”
“Aku
akan berusaha keras. Agar aku tidak akan melukainya.” Kata Ra-im
sungguh-sungguh sambil menangis,”Aku akan berhati-hati dalam segala hal.
Dan melakukan yang terbaik.”
“Tutup mulutmu! Hanya ada satu hal baik yang dapat kaulakukan untuk Joo-won. Yaitu menghilang.”
“Aku….sungguh
mencintainya,” isak Ra-im, “Kim Joo-won dan aku. Perasan kami berdua
tulus. Apa masih belum cukup? Apakah benar-benar tidak bisa aku? Tolong
setujui aku, ibu. Tolong restui kami.”
Ibu Joo-won berpikir, Ra-im tidak akan menyerah walau nyawa taruhannya. “Baiklah, lakukan saja.”
Ra-im agak kaget mendengar ibu Joo-won berkata demikian.
Ibu Joo-won mengangkat telepon dari Joo-won dan memasang pengeras suara agar suara Joo-won dapat didengar Ra-im.
“Ya, ini ibu.”
“Ibu , apa yang sedang kaucoba lakukan? Kau pikir siapa dirimu? Mengadakan rapat penunjukkan CEO sementara?
Ra-im terkejut mendengarnya.
“Dengan ijin siapa kau melakukan hal itu?” tanya Joo-won kesal, “Apa kau benar-benar akan bertindak sejauh ini? “
“Saat
kau memutuskan untuk bersama gadis sampah ini., kau seharusnya bersiap
sejauh itu. Aku sudah mengatakan dengan jelas sebelumnya. Kau
bertanggungjawab atas semua perbuatanmu. Aku sudah dengan jelas
mengatakan keinginanku, jadi katakan keinginanmu sekarang. Apa yang akan
kaulakukan?”
“Baik, ambil semuanya! Semuanya. Aku tidak akan pernah meninggalkan wanita itu apapun alasannya,” jawab Joo-won.
Ibu
Joo-won terpana, tidak menyangka putranya akan menyerahkan semua
miliknya demi Ra-im, tadinya ia berharap Joo-won akan meninggalkan Ra-im
demi posisinya. Ra-im mendengar semuanya sambil menangis, menyadari apa
yang Joo-won lepaskan demi dirinya.
“Benarkah? Baik, lakukanlah demikian.” kata ibu Joo-won lalu mematikan teleponnya.
Ra-im
memandang ibu Joo-won kaget. Ibu Joo-won tersenyum, “Kau tidak perlu
berekspresi seperti itu. aku tidak akan mengganggumu lagi. Sejujurnya,
kau tidak melakukan apapun yang salah. Mulai sekarang, aku akan
mengacaukan hidup Joo-won. “
Ra-im tak tahan mendengarnya.
“Kau
pikir aku tidak akan benar-benar melakukan itu? Bahwa aku hanya mencoba
menakutimu? Ingin lihat apakah aku akan benar-benar melakukannya atau
tidak? Aku tidak bisa menang dari Joo-won. Jika anak melakukan
kesalahan, maka orang tua akan melakukan yang lebih buruk untuk menang.
Artinya aku akan melakukan segalanya. Walalupun itu artinya mematahkan
Joo-won. Dalam satu jam, akan ada pertemuan pemegang saham, sayangnya
Joo-won akan dicap pengkhianat. Karena kau, dia akan dihancurkan oleh
ibunya sendiri.” Ibu Joo-won bangkit berdiri.
Pada
saat terakhir Ra-im tak tahan lagi, ia memohon pada ibu Joo-won.
“Tunggu sebentar! Tunggu sebentar ibu!” ia berlutut, “Aku tidak akan
melakukannya… Aku akan putus hubungan dengannya. Aku akan membiarkannya
pergi. Aku…akan menghilang… bagai gelembung, aku akan menghilang. Jadi
tolong jangan lakukan itu! Jangan hancurkan dia! Aku minta maaf…aku
benar-benar minta maaf.” Ra-im menangis keras, menyadari keputusan apa
yang telah ia ambil.
“Aku harus bertindak
seekstrim ini untuk membuatmu mengerti. Sungguh membuat frustasi, “ ujar
ibu Joo-won dingin. Ia lalu meninggalkan Ra-im yang terus menangis
dengan pedihnya.
Joo-won
terpekur di kantornya. “Presdir…” panggil Sekretaris Kim. “Jangan
panggil aku seperti itu,” kata Joo-won, “Sebentar lagi aku dipecat.”
Sekretaris Kim bertanya apakah Joo-won akan diam saja diperlakukan
seperti itu. Joo-won menjawab ia tidak bisa hidup tanpa Gil Ra-im, jadi
ia memilih jalan ini. Wah, kata Sekretaris Kim bingung, bagaimana bisa
kau memilih dipecat karena seorang wanita. Itulah yang kukatakan, Gil
Ra-im benar-benar hebat bukan, kata Joo-won tersenyum, bagaimana dia
bisa menggoyahkan seseorang sepertiku sampai ke akar-akarnya…hal ini
bisa dicatat dalam sejarah.
“Ooooh….kita punya
Romeo di sini..” puji Sekretaris Kim, “Apa kau benar-benar akan menerima
semua ini?” Aku harus, kata Joo-won, jika dia (ibu Joo-won) tidak
kubiarkan menang kali ini, ia akan membalas dendam. Bukankah sudah jelas
siapa yang akan menjadi korbannya? Sekretaris Kim menebak dengan tepat,
“apakah mungkin ….Gil Ra-im?” Joo-won mengangguk.
“Ternyata
hidup kaya tidak ada apa-apanya. Presdir, jangan khawatir. Jika kau
benar-benar dipecat, aku juga akan mengundurkan diri, “ tegas Sekretaris
Kim.
“Untuk apa mengundurkan diri? Kau juga akan otomatis dipecat. Karena aku yang memilihmu”
Sekretaris
Kim melongo, “Jadi apa yang harus kulakukan? Apakah kita bisa membeli
beras dengan cinta? Uang yang bisa membeli beras.“ (Sekretaris Kim
mengulang perkataan Ah-young)
“Apa kita sebaiknya membuat peternakan? Dapatkah kau beternak sapi?” tanya Joo-won.
“Presdir…” rengek Sekretaris Kim. Sudah kubilang aku bukan predir lagi, kata Joo-won.
“Kalau
begitu….Joo-won hyung!!! (kak Joo-won)”rengek Sekretaris Kim putus asa.
Joo-won melotot, apa kau gila? Sekretaris Kim langsung lari
terbirit-birit. “Berhenti! Kau kembali ke sini!” teriak Joo-won.
Ra-im
datang ke rumah Joo-won. Ia menyelipkan sebuah kertas di dalam buku
“Alice in Wonderland”. Oska menyapanya, kapan kau ke sini, apa kau
mencari Joo-won, dia baru saja pergi. Aku melihatnya tadi, kata Ra-im.
Kalau begitu apa kau hendak menunggunya, tanya Oska ramah. Bukan begitu,
sahut Ra-im, mulai sekarang kurasa kita tidak dapat mengadakan fan
meeting kita lagi.
Kenapa,
tanya Oska bingung, dia berpikir sejenak lalu bertanya jangan-jangan
Ryan Jackson meneleponmu? Wah, kau mendapatkannya! Tahukah kau berapa
kali aku menelepon ke Jepang untuk itu? Aku adalah pemula jadi aku
mengatakan ‘watashi mo aishiteru’ ratusan ribu kali, kata Oska senang.
Ra-im
tersenyum sambil menghapus cepat air mata yang mulai menggenangi
matanya. “Terima kasih banyak.” “Ah tidak perlu seperti itu untuk
hubungan seperti kita” kata Oska. Ra-im tersenyum.
Joo-won
datang ke rumah Ra-im membawa buket bunga yang besar. Ia tersenyum
melihat Ra-im. Ra-im tidak tahu harus bersikap bagaimana. “Bagaimana
bisa kau membuatku membeli bunga, kau wanita hebat !” Ra-im menghela
nafas panjang, berusaha menguatkan dirinya.
Joo-won
memasang aksesoris kucing yang sudah dipesannya pada tas Ra-im yang
sobek. Ra-im menatapnya, menganggap mungkin ini terakhir kalinya ia
melihat Joo-won. “Kudengar dari Ah-young, boneka itu adalah pemberian
ayahmu,” kata Joo-won sambil menunjuk sebuah boneka kucing besar di atas
tempat tidur Ra-im. Ra-im diam saja. “Gunakanlah ini daripada kau
mengikatnya dengan saputangan.” kata Joo-won. “Saputangan?” tanya Ra-im,
lalu ia ingat ia pernah mengikat tasnya dengan scarf setelah peristiwa
di kafe, ketika itu Joo-won marah karena tas Ra-im yang jelek. “Kau
melihatnya?” tanya Ra-im. “Aku ini lebih puitis dari yang kaupikirkan.
Mengesankanmu dengan hal-hal yang tidak pernah kaubayangkan sebelumnya,”
sahut Joo-won bangga.
Mata
Ra-im mulai berkaca-kaca. “Sudah selesai, pakailah ini,” kata Joo-won,
ia menyerahkan tas itu pada Ra-im. Ra-im menatap Joo-won, mencoba
menahan air matanya dan mengeraskan hatinya. “Lupakan saja,” sahutnya
ketus. “Kubilang cobalah,”desak Joo-won.
Ra-im
menepis tas itu dengan kasar, “Kubilang lupakan.” Joo-won kaget melihat
Ra-im bersikap seperti itu. Ia memandang Ra-im meminta penjelasan. Ra-im
menguatkan hatinya dan berkata,”Kau seorang wanita yang biasa memakai
tas (jelek) seperti ini, begitukah? Atau setiap saat kau memakai tas
ini, ingatlah rasa malu yang kaurasakan saat itu, seperti itukah?” Ra-im
pura –pura menganggap Joo-won menyuruh Ra-im memakai tas itu kembali
untuk merendahkannya dan mengingat peristiwa di kafe itu.
Dengan lembut Joo-won membantah, “Kau tahu tidak seperti itu, aku mencoba untuk…”
“Terima
kasih padamu aku harus merasakan penderitaan dan rasa sakit yang
seharusnya bukan milikku. Tapi bagaimana bisa kau selalu senang seperti
sekarang ini? “ cecar Ra-im.
“Apa aku melakukan kesalahan?” tanya Joo-won sabar.
“Aku tidak punya waktu untuk hal seperti ini. Lebih baik kita tidak bertemu untuk sementara waktu.”
Joo-won terkejut, apa?
“Aku
akan mulai syuting, mendapat kesempatan seperti ini , seseorang yang
hidup dalam segunung kesempatan karena orangtuanya pasti tidak akan
mengerti. Aku tidak ingin berurusan dengan masalah cinta selama masa
paling penting dalam hidupku. Jadi jangan hubungi aku. Sangat mengganggu
dan menyusahkan.”
“Baik, aku tahu kau lelah.
Tapi maaf, aku tidak akan melakukannya. Ini tidaklah lucu.
Benar-benar….bagaimana bisa kau juga bersikap seperti ini padaku?! Baru
saja aku….” Joo-won mulai kesal namun tidak ingin mengatakan ia hampir
dipecat karena Ra-im. “Tahukah apa yang harus kulepaskan untuk bisa
bersamamu?” tanya Joo-won.
“jika kau memang berniat melepasnya mengapa tidak kaulakukan lebih awal? Sebelum aku menjadi lelah.”
Joo-won tertegun mendengar perkataan Ra-im. Ia menatap Ra-im tak percaya.
“Pergilah,
aku tidak ingin melihat wajahmu.” kata Ra-im dingin tanpa memandang
Joo-won. Joo-won kesal dan akhirnya meninggalkan Ra-im seorang diri.
Ra-im
menangis. Ia mengambil tasnya yang tergeletak di meja, mengusap lembut
aksesoris kucing pemberian Joo-won. Sambil menangis ia mendekap tas itu
erat-erat.
Joo-won
melepaskan kekesalannya dengan minuman. Ia bahkan mulai meminum obatnya
lagi, padahal sejak bersama Ra-im, ia tidak meminumnya. Ia akhirnya
memutuskan untuk menemui Ra-im kembali (that’s our Joo-won^^).
Sayangnya
Ra-im tidak senang ketika ia pulang melihat Joo-won ada di rumahnya.
Joo-won bilang Ah-young adalah ibu perinya. Jangan lakukan ini lagi,
jika ada perlu tunggulah di luar, sahut Ra-im dingin.
“Jangan
seperti ini,” kata Joo-won, “Tidak ada petunjuk untuk mengatasi
perasaan seperti ini. Jika kita bertengkar seharusnya karena ’mengapa
kau terlambat?’ atau ‘mengapa kau melihat pria lain’ atau ‘mengapa kau
hanya memasak untuk Oska?’ Hal-hal kekanakan seperti itu. Jadi….”
Joo-won masih tidak mengerti mengapa Ra-im bersikap demikian.
“Kecelakaan
yang kaualami 13 tahun yang lalu, kecelakaan yang tak dapat kauingat.
Ketika itu seorang pemadam kebakaran menyelamatkanmu, dan tewas. Orang
itu adalah ayahku.”
Joo-won sangat terkejut, apa?
“Kau
mungkin merasa nyaman karena kau tidak bisa mengingat kejadian itu.
Tapi aku…setiap kali melihatmu aku mengingat ayahku. Aku tidak punya
rasa percaya diri untuk melihatmu dengan nyaman. Atau aku akan merasa
lebih bersalah pada ayahku.”
Joo-won terpukul mendengarnya.
“Karena
kau, aku hidup tanpa ayah selama 13 tahun terakhir ini. Apakah kau bisa
membayangkan hidupku selama ini tanpa ayah? Kau bilang kau akan menjadi
little mermaid untukku. Kuminta padamu, menghilanglah bagai gelembung.”
(sebenarnya Ra-im tidak menyalahkan Joo-won
atas kematian ayahnya, tapi ia terpaksa menyakiti Joo-won untuk
melindungi Joo-won dari amarah ibunya. sigh….)
Joo-won
mencari informasi mengenai kejadian 13 tahun yang lalu. Ia menemukan
berita mengenai kematian Gil Ik-sun, seorang pemadam kebakaran. Ia
mengenali foto ayah Ra-im di surat kabar itu. Joo-won terhenyak.
Ayah
Ra-im: Ketika asap begitu tebal dan udara menjadi tipis. Karena aku
tidak tahu akan takdir hidup seseorang, tolong persiapkan aku. Dan jika
aku kehilangan nyawaku sesuai kehendakMu. Oleh anugerahMU, peliharalah
istri dan anakku.
Ra-im
mengunjungi makam ayahnya. “Ayah, aku datang lagi. Apa benar ayah yang
menyelamatkan orang itu? Dan juga kau bilang ‘aku akan pulang
cepat….tunggulah umtuk makan malam bersamaku’. Setelah mengatakan itu,
itukah sebabnya kau tidak datang? Untuk menyelamatkan orang itu, itukah
alasannya kau tidak pulang? Aku minta maaf, ayah…aku benar-benar minta
maaf karena aku mencintainya. Ayah, aku benar-benar minta maaf…..aku
minta maaf...” Ra-im menangis di depan foto ayahnya.
Ra-im
bersiap-siap karena hari ini syuting hari pertama “Dark Blood”.
Ah-young bertanya apa Ra-im gugup. Ra-im mengiyakan dan berkata ia
sampai tidak bisa mengancingkan jaketnya. Ah-young bercerita semalam ia
baru bermimpi indah sekali. Di tengah hamparan salju putih, ada sebuah
meja cantik yang sudah diset untuk dua orang. Kau dan Presdir minum teh
bersama. Teh bunga yang sangat cantik.
Ra-im bertanya,”Teh bunga? Apa kau yakin itu bukan arak bunga?” Tapi sepertinya Ra-im tidak menanggapi serius mimpi Ah-young.
“Aku
tidak tahu, aku kan tidak mencobanya dalam mimpi. Tapi bukan hanya ada
kau dan predir. Ada seseorang lagi. Tapi aku tidak tahu siapa orang itu.
Lalu, sementara kalian berdua minum teh, kelopak bunga mawar merah
jatuh dari langit bagaikan hujan. Aaah..indah sekali.”
Mengapa
kau menceritakan mimpi yang begitu indah padaku, tanya Ra-im. Karena
kau dan presdir yang jadi tokoh utamanya, jawab Ah-young polos. Ra-im
berkata, kau bilang ada tiga orang, yang seorang lagi pasti kau.
Ah-young senang, benarkah, ya sudah jangan gugup dan semoga sukses
dengan syutingmu. Fighting!!
Ra-im menjalani
syuting pertamanya. Ia langsung berperan dalam adegan kejar-kejaran
menggunakan mobil. Untuk keperluan itu maka jalan umum harus ditutup
untuk sementara, menghalangi mobil biasa masuk. Ra-im dapat melakukan
perannya dengan baik. Sutradara terkesan melihat hasil kerjanya.
Jong-soo mendampingi Ra-im sebagai penterjemah Ra-im selain sebagai
bosnya.
Sayangnya, sebuah mobil biasa yang tidak
sabar menerobos masuk pembatas yang menghalangi jalan. Dan menabrak
mobil Ra-im yang saat itu sedang berpacu kencang. Mobil Ra-im berputar
dan menabrak pohon. Jong-soo berlari panic menghampiri mobil Ra-im.
Pintu mobil terbuka. Lengan Ra-im terkulai berlumuran darah.
Joo-won
sedang merenung menatap keluar jendela rumahnya ketika Seketaris Kim
berteriak memanggilnya. Ia berbalik, dan buku yang dipegangnya
menyenggol vas bunga berisi mawar merah hingga jatuh berkeping-keping.
Mawar merah berserakan di lantai. Joo-won memandang mawar itu dan merasa
ada yang tak beres. Ia menatap sekretaris Kim.
Di
rumah sakit, Ah-young meratap dan meraung menangisi Ra-im (sediih
banget liat Ah-young L). Seluruh tim sekolah laga menunggu dengan cemas.
Jong-soo melamun tak percaya. Joo-won berjalan menyusuri koridor rumah
sakit bagai mayat berjalan. Ia menatap ke depan, ekspresinya kosong.
Sekretaris Kim menangis di belakangnya. Oska dan Seul juga segera
menyusul ke rumah sakit.
Dokter: Ada kemungkin an ia tidak akan bangun lagi. Berdasarkan pemeriksaanku, kemungkinannya kelumpuhan otak.
Joo-won
menunggui Ra-im tiap hari siang dan malam. Dengan lembut memegang
tangannya dan membersihkannya. Menunggu Ra-im membuka matanya kembali.
Ia menangis memandang Ra-im.
Joo-won:
“Sudah 15 hari, dia masih tertidur di dalam mimpinya. Melihat wajahnya
yang damai. Dalam mimpinya saat ini, aku tidak ada di sana. Mungkin itu
sebabnya saat ini, dia sedang menungguku. Sepertinya ia akan terus
menungguku sampai aku tiba di sana. Besok. Lusa juga.”
Kembali
ke rumahnya, Joo-won memeriksa sesuatu dan menuliskannya di buku.
“Seluruh Gyeonggido, daerah Choongbok. 20-30 mm/jam. Hujan.”
“Kau
di sini?” tanya Oska. Joo-won cepat-cepat menutup bukunya. Ada apa,
tanyanya pada Oska. Oska berkata, beberapa hari yang lalu ia melihat
Raim berdiri di sini, sebelum ia kecelakaan. Mengapa dia datang, apa dia
mencariku, tanya Joo-won. Dia bilang dia datang bukan untuk mencarimu,
dia berkata padaku agar aku bahagia, seakan kami tidak akan bertemu
lagi, sahut Oska pelan, saat itu Ra-im tampak aneh.
Mata
Joo-won berkaca-kaca, apa yang Ra-im lakukan di sini. Dia melihat
sebuah buku, kata Oska. Lalu Oska berjalan menuju rak buku dan
menunjukkan tempat Ra-im berdiri waktu itu. Buku apa, tanya Joo-won.
“Aku tidak memperhatikannya, tapi tak mungkin dia datang kemari hanya untuk membaca buku. Aku baru mengingatnya hari ini. “
Sepeninggal
Oska, Joo-won berjalan menyusuri buku-buku di rak, tempat yang tadi
ditunjuk Oska. Ia menemukan sebuah kertas terselip dalam buku “Alice in
Wonderland”. Cepat-cepat ia membuka kertas itu dan membacanya. Kertas
itu adalah halaman terakhir buku Little Mermaid, saat putri duyung
berubah menjadi gelembung.
Pada gambar itu
tertulis, ”Tangan putri duyung yang memegang pisau gemetar. Selanjutnya,
ia melemparkan pisau itu ke dalam ombak. Penglihatan putri duyung akan
sang pangeran semakin memudar dan ia melemparkan dirinya ke dalam
lautan. Lalu putri duyung berubah menjadi gelembung, kemudian lenyap tak
berbekas.”
Joo-won menangis membaca kalimat terakhir. Ia mendekap kertas itu di dadanya erat-erat dan menangis sedih.
Ibu
Joo-won yang sedang menunggu-nunggu telepon dari Joo-won menerima
kiriman bunga dari Joo-won. Ia senang sekali dan membuka kartu
ucapannya. Isinya: “Ibu, aku selalu…selalu mencintaimu. Joo-won”. Ibu
Joo-won tersenyum, “setelah semua ini, ia melambaikan bendera putih (ibu
Joo-won mengira bunga itu sebagai tanda Joo-won menyerah atas Ra-im).
Tapi hal seperti ini mengingatkanku akan Joo-won yang berusia 20-an.” Ia
meminta vas bunga yang paling cantik dan mencium bunga-bunga itu.
Joo-won
tertawa terpingkal-pingkal sambil memegangi perutnya mendengar cerita
Oska. Oska bukannya senang malah mengira Joo-won sedang mengoloknya.
“Hei, kau! Reaksimu terlalu berlebihan. Tidaklah selucu itu. “ Joo-won
membantahnya dan mengatakan itu lucu sekali sambil terus tertawa.
“Apa kau sedang menghiburku karena aku tua? Jika kau mengasihaniku, beri aku uang.”
Joo-won
mengatakan ia akan memberi sesuatu yang setara dengan uang. Ia
menyerahkan sebuah kotak pada Oska. “Apa ini, apa akan meledak saat aku
membukanya?” tanya Oska penasaran,”apa ini berisi…burung mati?”
“Aisssh, mengapa tidak kupikirkan hal itu sebelumnya, “ sahut Joo-won.
“Mengapa
kau seperti ini hari ini?” gerutu Oska. Ia membuka kotak itu dan
terkejut melihat isinya semua barang yang pernah ia perebutkan dengan
Joo-won (namun Joo-won yang selalu menang). Ada beberapa sepatu dan jam
tangan. Oska bertanya benarkah Joo-won memberikan ini semua.
Iya,
anggap saja aku membayar sewa selama tinggal di rumahmu, kata Joo-won.
Oska curiga mengapa Joo-won melakukan ini, ia bertanya apa Joo-won
melakukan kesalahan. Joo-won mengelak dengan pura-pura akan mengambil
kembali semua barang itu, yang tentu saja dicegah Oska.,“Jangan, jangan!
Terima kasih. Terima kasih Joo-won,” kata Oska senang. Joo-won
tersenyum melihatnya.
Joo-won
mengajak Oska foto bersama. Oska heran, kau ini aneh, mengapa aku harus
berfoto denganmu dan lagi aku sudah banyak publisitas. Joo-won berkata
mereka belum pernah berfoto bersama sejak ia berumur 21 tahun (sejak
kecelakaan Joo-won) dan berkata Oska akan menyesalinya. Oska berseloroh,
setengah hidupku dipenuhi penyesalan dan kegagalan, satu penyesalan
lagi tidak akan bertambah buruk. Joo-won tertawa, benar juga, kau memang
orang yang buruk. Oska mendelik kesal.
Setelah
minum bersama, mereka tertidur di sofa. Joo-won membuka matanya dan
memandang Oska yang tidur nyenyak berseberangan dengannya. “Kak, aku
telah mengetahuinya selama ini. Bahwa kau selalu membiarkan aku menang.
Aku sangat berterima kasih.” Air mata mengaliri pipinya.
Jong-soo
menemani Ra-im di rumah sakit. Ia memperlihatkan klip aksi Ra-im pada
Ra-im yang tidak sadar. ”Lihat, kau sekeren ini. Bisakah kau lihat? Kau
bisa berkelahi karena kau pintar dan kuat. Cepatlah bangun Gil Ra-im.
Bagaimana bisa kau tidur selama ini? Apakah kau tidak melihat kami semua
mencemaskanmu? Bangunlah. Kau bangunlah. Jika kau bangun, aku akan
membiarkanmu pergi pada Kim Joo-won. Aku akan membiarkanmu pergi dengan
senyum di wajahku. Jadi kumohon bangunlah. “
Joo-won melihat dan mendengar semua itu dari luar kamar. Ia tersentuh dengan perkataan Jong-soo.
“Aku sudah mengungkapkannya padamu.
Kau adalah orang yang akan menerima surat pertama dan terakhir dari
pemimpin kelas social Kim Joo-won, satu-satunya tetangga miskin dan
terasing. Jadi kau bisa percaya diri dan bangga pada dirimu.
Saat
ini adalah sore di mana angin bertiup menembus ranting-ranting pohon.
Ketika kau membaca surat ini, kuharap saat itu pun akan seperti saat
ini, ketika angin bertiup di sela-sela pepohonan, menggoyangkan
ranting-rantingnya. Agar kau bisa melihat apa yang kulihat.
Di mana aku berdiri dekat jendela, kau dapat berdiri di sana…
Di mana aku berbaring di tempat tidur, kau berbaring di sana…
Buku-buku yang kubaca, kau dapat membacanya..
Jika kita bisa bersama seperti itu …itu cukup bagi kita…
Benar-benar bersama, ini cukup bagi kita..
sama seperti pasangan kekasih yang lain, mari berpura-pura kita bahagia….”
Joo-won menangis terisak-isak menuliskan suratnya untuk Ra-im. (hiks…hiks…)
Malam
itu Joo-won mambawa Ra-im diam-diam keluar dari rumah sakit. Joo-won
membawa Ra-im dalam mobilnya. Mereka berhenti di suatu tempat, menghadap
awan hitam yang bergulung di kejauhan…
Joo-won
berbicara pada Ra-im yang tidur (koma) di pundaknya, “Jangan pernah
jatuh cinta pada pria lain. Tinggalah sendiri hanya memikirkanku. Juga
jangan terlalu dekat dengan Choi Woo-young. Aku akan cemburu. Sepanjang
hidupku, mungkin ini adalah pilihanku yang paling egois. Ini adalah
keputusan dari seorang pemimpin kelas social. Hormati keputusanku. Gil
Ra-im, yang selalu hebat, untuk masa yang akan datang kau harus hebat. “
Joo-won mengecup kening Ra-im dengan lembut. “Aku akan merindukanmu. Sangat merindukanmu. Aku mencintaimu. Aku mencintaimu.”
Joo-won memacu mobilnya menuju awan gelap dan petir yang menyambar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar